Senin, 10 Desember 2018

LAPORAN PNEDAHULUAN KISTA INTRAPARTUM POSTPARTUM SEKSIO SESAREA D3 KEPERAWATAN

widyaamanda1998@gmail.com
LAPORAN PENDAHULUAN
BAYI BARU LAHIR (BBL)
INTRA PARTUM
POST PARTUM
SEKSIO SESAREA
GENOKOLOGY: KISTA
Disusun Oleh :
YULIANTI WIDYA LIKA A.      G0A016083


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018


LAPORAN PENDAHULUAN KISTA
A.      DEFINISI
Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun besar, kistik maupun solid, jinak maupun ganas (Wiknjosastro, 2007: 346).
Kista ovarium (kista indung telur) berarti kantung berisi cairan, normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium) (Nugroho, 2010: 101)
Kista ovarium (atau kista indung telur) berarti kantung berisi cairan,normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium). Kistaindung telur dapat terbentuk kapan saja, pada masa pubertas sampaimenopause, juga selama masa kehamilan (Bilotta. K, 2012).
Kista indung telur adalah rongga berbentuk kantong berisi cairan di dalam jaringan ovarium. Kista ini disebut juga kista fungsional karena terbentuk setelah telur dilepaskan sewaktu ovulasi (Yatim, 2005: 17)
Gambar : Rahim normal dan kiata ovarium




B.       KLASIFIKASI
Menurut Nugroho (2010), klasifikasi kista ovarium adalah :
1.      Tipe Kista Normal
Kista fungsional ini merupakan jenis kista ovarium yang paling banyak ditemukan. Kista ini berasal dari sel telur dan korpus luteum, terjadi bersamaan dengan siklus menstruasi yang normal.
Kista fungsional akan tumbuh setiap bulan dan akan pecah pada masa subur,  untuk melepaskan sel telur yang pada waktunya siap dibuahi oleh sperma. Setelah pecah, kista fungsional akan menjadi kista folikuler dan akan hilang  saat menstruasi. Kista fungsional terdiri dari: kista folikel dan kista korpus luteum. Keduanya tidak mengganggu,  tidak  menimbulkan  gejala  dan  dapat  menghilang sendiri dalam waktu 6 8 minggu.
Gambar : kista ovarium fungsional

2.      Tipe Kista Abnormal
a.       Kistadenoma
Merupakan kista yang berasal dari bagian luar sel indung telur. Biasanya bersifat jinak, namun dapat membesar dan dapat menimbulkan nyeri.
b.      Kista coklat (endometrioma)
Merupakan endometrium yang tidak pada tempatnya. Disebut kista coklat karena berisi timbunan darah yang berwarna coklat kehitaman.
c.       Kista dermoid
Merupakan kista yang berisi berbagai jenis bagian tubuh seperti  kulit,  kuku,  rambut,  gigi  dan  lemak.  Kista  ini  dapat ditemukan di  kedua  bagian indung telur.  Biasanya berukuran kecil dan tidak menimbulkan gejala.
d.      Kista endometriosis
Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium yang berada di luar rahim. Kista ini berkembang bersamaan dengan tumbuhnya lapisan endometrium setiap bulan sehingga  menimbulkan  nyeri  hebat,  terutama  saat  menstruasi dan infertilitas.
e.       Kista hemorhage
Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga  menimbulkan nyeri di salah satu sisi perut bagian bawah.
f.        Kista lutein
Merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan. Kista lutein yang sesungguhnya, umumnya berasal dari korpus luteum haematoma.
Gambar : kista corpus luteum
Sumber : http://www.ladycarehealth.com/causes-of-different-ovarian-cysts/
g.      Kista polikistik ovarium
Merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat pecah dan melepaskan sel telur secara kontinyu. Biasanya terjadi setiap bulan. Ovarium  akan membesar karena bertumpuknya kista ini. Kista polikistik ovarium yang menetap (persisten), operasi harus dilakukan untuk mengangkat  kista  tersebut agar tidak menimbulkan gangguan dan rasa sakit.


Gambar : kista polikistik ovarium

C.      ETIOLOGI
Menurut Nugroho (2010: 101), kista ovarium disebabkan oleh gangguan (pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium (ketidakseimbangan hormon). Kista folikuler dapat timbul akibat hipersekresi dari FSH dan LH yang  gagal mengalami involusi atau mereabsorbsi cairan. Kista granulosa lutein yang terjadi didalam korpus luteum indung telur yang fungsional dan dapat membesar bukan karena tumor, disebabkan oleh penimbunan darah yang berlebihan saat fase pendarahan dari siklus menstruasi. Kista theka-lutein biasanya bersifay bilateral dan berisi cairan bening, berwarna seperti jerami. Penyebab lain adalah adanya pertumbuhan sel yang tidak terkendali di ovarium, misalnya pertumbuah abnormal dari folikel ovarium, korpus luteum, sel telur.

D.      MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinis Kista Ovarium Menurut Nugroho (2010: 104), kebanyakan wanita yang memiliki kista ovarium tidak memiliki gejala sampai periode tertentu. Namun beberapa orang dapat mengalami gejala ini :
1.      Nyeri saat menstruasi.
2.      Nyeri di perut bagian bawah.
3.      Nyeri saat berhubungan seksual.
4.      Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.
5.      Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB.
6.      Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar banyak.
E.       PATHOFISIOLOGI
Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium karena itu terbentuk kista di dalam ovarium.  Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan  melepaskan oosit mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 2 cm dengan kista ditengah- tengah.  Bila  tidak  terjadi  fertilisasi  pada  oosit,  korpus  luteum  akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula  akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang berasal dari proses  ovulasi  normal  disebut  kista  fungsional  dan   selalu  jinak (Nugroho, 2010).



F.       PATHWAY

Perawatan post operasi :
·      Obat analgetik
·      Mobilisasi
·      Personal hygiene
 
 

























Bagan 2.1 Pathway Kista Ovarium (Taufan Nugroho, 2010)
G.      KOMPLIKASI
Menurut Wiknjosastro (2007: 347-349), komplikasi yang dapat terjadi pada kista ovarium diantaranya:
1.         Akibat pertumbuhan kista ovarium
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan pembesaran perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Apabila tumor mendesak kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan miksi, sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga perut kadang-kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut serta dapat juga mengakibatkan edema pada tungkai.
2.         Akibat aktivitas hormonal kista ovarium
`    Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu sendiri mengeluarkan hormon.
3.         Akibat komplikasi kista ovarium
a.         Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur menyebabkan kista membesar, pembesaran luka dan hanya menimbulkan gejala-gejala klinik yang minimal. Akan tetapi jika perdarahan terjadi dalam jumah yang banyak akan terjadi distensi yang cepat dari kista yang menimbukan nyeri di perut.
b.        Torsio atau putaran tangkai
Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai dengan diameter 5 cm atau lebih. Torsi meliputi ovarium, tuba fallopi atau ligamentum rotundum pada uterus. Jika dipertahankan torsi ini dapat berkembang menjadi infark, peritonitis dan kematian. Torsi biasanya unilateral dan dikaitkan dengan kista, karsinoma, TOA, massa yang tidak melekat atau yang dapat muncul pada ovarium normal. Torsi ini paling sering muncul pada wanita usia reproduksi. Gejalanya meliputi nyeri mendadak dan hebat di kuadran abdomen bawah, mual dan muntah. Dapat terjadi demam dan leukositosis. Laparoskopi adalah terapi pilihan, adneksa dilepaskan (detorsi), viabilitasnya dikaji, adneksa gangren dibuang, setiap kista dibuang dan dievaluasi secara histologis.
c.         Infeksi pada tumor
Jika terjadi di dekat tumor ada sumber kuman patogen.
d.        Robek dinding kista
Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada saat bersetubuh. Jika robekan kista disertai hemoragi yang timbul secara akut, maka perdarahan bebas berlangsung ke uterus ke dalam rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus disertai tanda-tanda abdomen akut.
e.         Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang seksama terhadap kemungkinan perubahan keganasannya. Adanya asites dalam hal ini mencurigakan. Massa kista ovarium berkembang setelah masa menopause sehingga besar kemungkinan untuk berubah menjadi kanker (maligna). Faktor inilah yang menyebabkan pemeriksaan pelvik menjadi penting.

H.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat diperolehkepastian sebelum dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang cermat dan analisis yang tajam dari gejala-gejala yang ditemukan dapat membantudalam pembuatan differensial diagnosis. Beberapa cara yang dapatdigunakan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah (Bilotta, 2012 :1)
1.    Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuahtumor berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-sifat tumor itu.
2.      Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing,apakah tumor kistik atau solid, dan dapat pula dibedakan antara cairandalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.
Gambar : USG kista ovarium

3.      Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanyagigi dalam tumor.
4.      Parasintesis
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perludiperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan isi kista bila dinding kista tertusuk.

I.         PENATALAKSANAAN
1.      Observasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau) selama 1 -2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang dengan sendirinya setelah satu atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil jika tidak curiga ganas (kanker) (Nugroho, 2010: 105).
2.      Terapi bedah atau operasi
Bila tumor ovarium disertai gejala akut misalnya torsi, maka tindakan operasi harus dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada 22 gejala akut, tindakan operasi harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan seksama.
Kista berukuran besar dan menetap setelah berbulan-bulan biasanya memerlukan operasi pengangkatan. Selain itu, wanita menopause yang memiliki kista ovarium juga disarankan operasi pengangkatan untuk meminimalisir resiko terjadinya kanker ovarium. Wanita usia 50-70 tahun memiliki resiko cukup besar terkena kenker jenis ini. Bila hanya kistanya yang diangkat, maka operasi ini disebut ovarian cystectomy. Bila pembedahan mengangkat seluruh ovarium termasuk tuba fallopi, maka disebut salpingo oophorectomy.
Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara lain tergantung pada usia pasien, keinginan pasien untuk memiliki anak, kondisi ovarium dan jenis kista.
            Kista ovarium yang menyebabkan posisi batang ovarium terlilit (twisted) dan menghentikan pasokan darah ke ovarium, memerlukan tindakan darurat pembedahan (emergency surgery) untuk mengembalikan posisi ovarium menurut Yatim, (2005: 23)
Prinsip pengobatan kista dengan pembedahan (operasi) menurut Yatim, (2005: 23) yaitu:
a.       Apabila kistanya kecil (misalnya, sebesar permen) dan pada pemeriksaan sonogram tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan, biasanya dokter melakukan operasi dengan laparoskopi. Dengan cara ini, alat laparoskopi dimasukkan ke dalam rongga panggul 23 dengan melakukan sayatan kecil pada dinding perut, yaitu sayatan searah dengan garis rambut kemaluan.
b.      Apabila kistanya besar, biasanya pengangkatan kista dilakukan dengan laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total. Dengan cara laparotomi, kista bisa diperiksa apakah sudah mengalami proses keganasan (kanker) atau tidak. Bila sudah dalam proses keganasan, operasi sekalian mengangkat ovarium dan saluran tuba, jaringan lemak sekitar serta kelenjar limfe.
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN KISTA OVARIUM

A.      PENGKAJIAN
1.      Langkah I (pertama) :
Pengumpulan Data Dasar Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Perawat mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Bila klien mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam 30 manajemen kolaborasi perawat akan melakukan konsultasi. Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. (Muslihatun, dkk. 2009: 115).
a.       Data subyektif
1)   Identitas pasien
a)   Nama          : Dikaji untuk mengenal atau memanggil agar tidak keliru   dengan pasien-pasien lain.
b)   Umur           : Untuk mengetahui apakah pasien masih dalam masa reproduksi.
c)   Agama        : Untuk mengetahui pandangan agama klien mengenai gangguan reproduksi.
d)   Pendidikan  : Dikaji untuk mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya.
e)   Suku/bangsa : Dikaji untuk mengetahui adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari pasien.
f)    Pekerjaan    : Dikaji untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya.
g)   Alamat        : Dikaji untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan.

2)   Alasan Kunjungan Alasan apa yang mendasari ibu datang.
Tuliskan sesuai uangkapan.
a)   Keluhan Utama
Dikaji dengan benar-benar apa yang dirasakan ibu untuk mengetahui permasalahan utama yang dihadapi ibu mengenai kesehatan reproduksi.
b)   Riwayat Kesehatan
(1)     Riwayat kesehatan yang lalu
Dikaji untuk mengetahui penyakit yang dulu pernah diderita yang dapat mempengaruhi dan memperparah penyakit yang saat ini diderita.
(2)     Riwayat kesehatan sekarang
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang diderita pada saat ini yang berhubungan dengan gangguan reproduksi terutama kista ovarium.
(3)     Riwayat kesehatan keluarga
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gaangguan kesehatan pasien.
c)   Riwayat Perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan, berapa kali menikah, syah atau tidak, umur berapa menikah dan lama pernikahan.
d)   Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui tentang menarche umur berapa, siklus, lama menstruasi, banyak menstruasi, sifat dan warna darah,
disminorhoe atau tidak dan flour albus atau tidak. Dikaji untuk mengetahui ada tidaknya kelainan system reproduksi sehubungan dengan menstruasi.
e)   Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Bertujuan untuk mengetahui apabila terdapat penyulit, maka bidan harus menggali lebih spesifik untuk memastikan bahwa apa yang terjadi pada ibu adalah normal atau patologis.
f)    Riwayat KB
Dikaji untuk mengetahui alat kontrasepsi yang pernah dan saat ini digunakan ibu yang kemungkinan menjadi penyebab atau berpengaruh pada penyakit yang diderita saat ini.
g)   Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
(1)   Nutrisi
Dikaji tentang kebiasaan makan, apakah ibu suka memakan makanan yang masih mentah dan apakah ibu suka minum minuman beralkohol karena dapat merangsang pertumbuhan tumor dalam tubuh.
(2)   Eliminasi
Dikaji untuk mengetahui pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan air kecil meliputi frekuensi, warna, jumlah.
(3)   Hubungan seksul
Dikaji pengaruh gangguan kesehatan reproduksi tersebut apakah menimbulkan keluhan pada hubungan seksual atau sebaliknya.
(4)   Istirahat
Dikaji untuk mengetahui apakah klien beristirahat yang cukup atau tidak.
(5)   Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia.
(6)   Aktivitas
Dikaji untuk menggambarkan pola aktivitas pasien sehari hari. Pada pola ini perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap kesehatannya.
b.      Data Objektif
Seorang perawat harus mengumpulkan data untuk memastikan bahwa keadaan klien dalam keadaan stabil. Yang termasuk dalam komponen-komponen pengkajian data obyektif ini adalah:
1)   Pemeriksaan umum
a)      Keadaan umum
Dikaji untuk menilai keadaan umum pasien baik atau tidak.
b)      Kesadaran
Dikaji untuk menilai kesadaran pasien.
c)      Vital sign
Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan kondisi yang dialaminya, meliputi : Tekanan darah, temperatur/ suhu, nadi serta pernafasan
2)   Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki.
a)        Kepala      : Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan rambut rontok atau tidak, kebersihan kulit kepala.
b)        Muka        : Dikaji untuk mengetahui keadaan muka oedem atau tidak, pucat atau tidak.
c)        Mata         : Dikaji untuk mengetahui keadaan mata sklera ikterik atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak.
d)        Hidung     : Dikaji untuk mengetahui keadaan hidung simetris atau tidak, bersih atau tidak, ada infeksi atau tidak.
e)        Telinga      : Dikaji untuk mengetahui apakah ada penumpukan sekret atau tidak.
f)         Mulut        : Dikaji untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah atau tidak, stomatitis atau tidak, gigi berlubang atau tidak.
g)        Leher        : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar tiroid, limfe, vena jugularis atau tidak.
h)        Ketiak       : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar limfe atau tidak.
i)         Dada         : Dikaji untuk mengetahui apakah simetris atau tidak, ada benjolan atau tidak.
j)         Abdomen : Dikaji untuk mengetahui luka bekas operasi dan pembesaran perut.
k)        Ekstermitas atas   : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik atau tidak, ikterik atau tidak, sianosis atau tidak.
l)         Ekstermitas bawah : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik atau tidak, sianosis atau tidak, oedem atau tidak, reflek patella positif atau tidak.
m)     Genitalia   : Untuk mengetahui apakah ada kelainan, abses ataupun pengeluaran yang tidak normal.
n)        Anus         : Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemorrhoid atau tidak.
3)   Pemeriksaan khusus
a)      Inspeksi
Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk melihat keadaan muka, payudara, abdomen dan genetalia.
b)      Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan indera peraba atau tangan, digunakan untuk memeriksa payudara dan abdomen.
4)   Pemeriksaan Penunjang
Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi, kelainan dan penyakit.

2.      Langkah II (kedua): Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan interpretasi data yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan (Muslihatun, dkk. 2009: 115).
Dalam langkah ini data yang telah dikumpulkan di interpretasikan menjadi diagnosa keperawatan dan masalah.
a.       Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dapat ditegakkan yang berkaitan dengan nama ibu, umur ibu dan keadaan gangguan reproduksi. Data dasar meliputi:
1)        Data Subyektif
Pernyataan ibu tentang keterangan umur serta keluhan yang dialami ibu.
2)        Data Obyektif
Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.
b.      Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkaan pernyataan pasien Data dasar meliputi:
1)        Data Subyektif
Data yang di dapat dari hasil anamnesa pasien.
2)        Data Obyektif
Data yang didapat dari hasil pemeriksaan.
3.      Langkah III (ketiga): Mengidentifikasikan Diagnosa atau Masalah Potensial
Pada langkah ini, perawat mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi. Jika memungkinkan, dilakukan pencegahan. Sambil mengamati kondisi klien, bidan diharapkan dapat bersiap jika diagnosis atau masalah potensial benar-benar terjadi. Langkah ini menentukan cara perawat melakukan asuhan yang aman (Purwandari, 2008:79).
4.      Langkah IV (keempat): Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan Segera
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen keperawatann. Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu (Muslihatun, dkk. 2009: 117).
Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukan satu situasi yang memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi dari seorang dokter. Situasi lainya bisa saja tidak merupakan kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter (Muslihatun, dkk. 2009: 117).
5.      Langkah V (kelima): Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh
Pada langkah ini, direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi atau data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi(Purwandari, 2008: 81).
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut tentang apa yang akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan untuk masalah sosial ekonomi, budaya, atau 40 psikologis. Dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana asuhan harus disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu perawat dan klien, agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien merupakan bagian pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini tugas perawat adalah merumuskan rencana asuhan sesuai hasil pembahasan rencana bersama klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya (Purwandari, 2008: 81).
6.      Langkah VI (keenam): Melaksanakan perencanaan
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan oleh perawat atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain. Jika perawat tidak melakukannya sendiri ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan klien (Muslihatun, dkk. 2009: 118).
7.      Langkah VII (terakhir): Evaluasi
Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan bantuan yang diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis. Ada kemungkinan rencana tersebut efektif, sedang sebagian yang lain belum efektif. Mengingat proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kontinum, perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut (Purwandari, 2008: 82).
Langkah proses manajemen pada umumnya merupakan pengkajian yang memperjelas proses pemikiran dan mempengaruhi tindakan serta orientasi proses klinis. Karena proses manajemen tersebut berlangsung di dalam situasi klinis dan dua langkah yang terakhir tergantung pada klien dan situasi klinis, tidak mungkin manajemen ini dievaluasi dalam tulisan saja (Purwandari, 2008: 83).

Data Perkembangan
Menurut Muslihatun, (2009: 123-124) pendokumentasian atau catatan manajemen keperawatan dapat deterapkan dengan metode SOAP, yang merupakan singkatan dari:
1)        S (Subjektif)
Merupakan pendokumentasian manajemen keperawatan langkah pertama (pengkajian data), terutama data yang diperoleh dari anamnesis.
2)        O (Objektif)
Merupakan pendokumentasian manajemen keperawatan langkah pertama (pengkajian data, terutama data yang diperoleh dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium) pemeriksaan diagnostik lain.
3)        A (Assessment)
Merupakaan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif.
4)        P (Planning)
Berisi tentang rencana asuhan yang disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraannya.



B.       DIAGNOSA
Herdman (2011), kemungkinan diagnosa yang muncul pada pasien dengan kista ovarium adalah :
Pre Operasi
1.         Nyeri akut b.d agen cedera biologi
2.         Ansietas b.d perubahan status kesehatan
Post Operasi
1.         Nyeri akut b.d agen cedera biologi
2.         Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
3.         Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik

C.      INTERVENSI
Pre Operasi
RENCANA KEPERAWATAN
NO
DIANGOSA KEPERAWATAN
TUJUAN (NOC)
INTERVENSI (NIC)
1.
Nyeri akut b.d agen cidera biologi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri pasien berkurang
NOC :
·      Pain Level,
·      Pain control,
·      Comfort level
Kriteria Hasil :
-    Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
-    Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
-    Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
-    Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
-    Tanda vital dalam rentang normal
NIC :
Pain Management
-       Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
-       Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
-       Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
-       Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
-       Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
-       Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
-       Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
-       Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
-       Kurangi faktor presipitasi nyeri
-       Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
-       Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
-       Ajarkan tentang teknik non farmakologi
-       Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
-       Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
-       Tingkatkan istirahat
-       Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
2.
Kecemasan bd diagnosis dan pembedahan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam diharapakan cemasi terkontrol
NOC :
·      Anxiety control
·      Coping
Kriteria Hasil :
-       Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
-       Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas
-       Vital sign dalam batas normal
-       Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
NIC :
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
-          Gunakan pendekatan yang menenangkan
-          Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
-          Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
-          Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
-          Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
-          Dorong keluarga untuk menemani anak
-          Lakukan back / neck rub
-          Dengarkan dengan penuh perhatian
-          Identifikasi tingkat kecemasan
-          Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
-          Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
-          Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
-          Barikan obat untuk mengurangi kecemasan

Post Operasi
 RENCANA KEPERAWATAN
NO
DIANGOSA KEPERAWATAN
TUJUAN (NOC)
INTERVENSI (NIC)
1.
Nyeri akut b.d agen injuri fisik
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri pasien berkurang
NOC :
·      Pain Level,
·      Pain control,
·      Comfort level
Kriteria Hasil :
-       Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
-       Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
-       Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
-       Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
-       Tanda vital dalam rentang normal
NIC :
Pain Management
-       Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
-       Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
-       Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
-       Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
-       Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
-       Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
-       Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
-       Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
-       Kurangi faktor presipitasi nyeri
-       Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
-       Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
-       Ajarkan tentang teknik non farmakologi
-       Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
-       Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
-       Tingkatkan istirahat
-       Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
2.
Resiko infeksi b.d penurunan pertahanan primer
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam diharapakan infeksi terkontrol
NOC :
·      Immune Status
·      Knowledge : Infection control
·      Risk control
Kriteria Hasil :
-       Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
-       Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,
-       Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
-       Jumlah leukosit dalam batas normal
-       Menunjukkan perilaku hidup sehat
NIC :
Infection Control (Kontrol infeksi)
-          Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
-          Pertahankan teknik isolasi
-          Batasi pengunjung bila perlu
-          Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
-          Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
-          Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
-          Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
-          Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
-          Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
-          Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
-          Tingktkan intake nutrisi
-          Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
-          Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
-          Monitor hitung granulosit, WBC
-          Monitor kerentanan terhadap infeksi
-          Batasi pengunjung
-          Saring pengunjung terhadap penyakit menular
-          Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
-          Pertahankan teknik isolasi k/p
-          Berikan perawatan kuliat pada area epidema
-          Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
-          Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
-          Dorong masukkan nutrisi yang cukup
-          Dorong masukan cairan
-          Dorong istirahat
-          Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
-          Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
-          Ajarkan cara menghindari infeksi
-          Laporkan kecurigaan infeksi
-          Laporkan kultur positif
3.
Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
Setelah Dilakukan Tindakan Keperawatan selama 3x24 jam diharapkan hambatan mobilitas fisik dapat teratasi.
NOC : Mobilitas
Kriteria Hasil :
1.    Klien meningkat dalam aktivitas fisik
2.    Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3.    Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
NIC :
Terapi latihan fisik : Mobilitas sendi
-          Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
-          Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
-          Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
-          Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
-          Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan.




DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, alih bahasa Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugrah (Edisi 4). Jakarta: EGC.
Benson Ralp C dan Martin L. Pernoll. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta: EGC
Bilotta, Kimberli. 2012. Kapita Selekta Penyakit: Dengan Implikasi Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : EGC
Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC.
Heffner, Linda J. & Danny J.Schust. (2008). At a Glance Sistem Reproduksi Edisi II. Jakarta : EMS, Erlangga Medical Series.
Lowdermil, Perta. 2005. Maternity Women’s Health Care. Seventh edit.
Muslihatun, Nur Wafi. 2009. Dokumentasi Keperawatan. Yogyakarta: Fitramaya
Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya. Yogyakarta : Nuha Medika
Purwandari Atik. 2008. Konsep Keperawatan. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta : EGC
Winkjosastro,  Hanifa.  2007.  Ilmu  Kandungan  Ed.2.  Jakarta:  Yayasan  Bina
Pustaka Sarwomo Prawirohardjo
Yatim, Faisal. 2005. Penyakit Kandungan, Myom, Kista, Indung Telur, Kanker Rahim/Leher  Rahim,  serta  Gangguan  lainnya.  Jakarta:  Pustaka  Populer Obor





Tidak ada komentar:

Posting Komentar