LAPORAN
PENDAHULUAN
HOSPITALISASI
PADA ANAK
Disusun
Oleh :
YULIANTI WIDYA
LIKA A. G0A016083
PROGRAM STUDI DIII
KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU
KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018
Hospitalisasi sebagai pencentus masalah baru pada anak
Hospitalisasi adalah masuknya individu ke rumah sakit
sebagai pasien dengan berbagai alasan seperti pemeriksaan diagnostik,prosedur
operasi, perawatan medis, pemberian obat dan menstabilkan pemantauan kondisi
tubuh.
Hospitalisasi merupakan suatu keadaan krisis pada
anak, saat anak sakit dan dirawat dirumah sakit. Keadaan ini (hospitalisasi)
terjadi karena anak berusaha beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu
rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi stressor baik terhadap anak
maupun orang tua dan keluarga, perubahan kondisi ini merupakan masalah besar
yang menimbulkan ketakutan, kecemasan bagi anak yang dapat menyebabkan
perubahan fisiologis dan psikologis pada anak jika anak tidak mampu beradaptasi
terhadap perubahan tersebut.
Respon fisiologis yang dapat muncul meliputi seperti
perubahan pada system kardiovaskuler seperti palpitasi , denyut jantung
meningkat, perubahan pola napas yang semakin cepat, selain itu kondisi
hospitalisasi dapat juga menyebabkan nafsu makan menurun, gugup, pusing ,
tremor, hingga insomnia, keluar keringat dingin dan wajah menjadi kemerahan.
Perubahan perilaku juga dapat terjadi, seperti gelisah, anak rewel, mudah
terkejut, menangis, berontak, menghindar hingga menarik diri, tidak sbaar,
tegang, dan waspada terhadap lingkungan. Hal-hal tersebut membuat anak tidak
nyaman serta mengganggu proses keperawatan dan pengobatan pada anak.
Hospitalisasi juga berdampak pada perkembangan anak.
Hal ini bergantung pada faktor – faktor yang saling berhubungan seperti sifat
anak, keadaan perawatan dan keluarga. Perawat anak yang berkulitas tinggi dapat
mempengaruhi perkembangan intelektual anak dengan baik terutama pada anak-anak
yang kurang beruntung yang mengalami sakit dan dirawat di rumah sakit. Anak
yang sakit dan dirawat akan mengalami kecemasan dan ketakutan.
Dampak jangka pendek dari kecemasan dan ketakutan yang
tidak segera ditangani akan membuat anak melakukan penolakan terhadap tindkaan
perawatan dan pengobatan yang diberikan sehingga berpengaruh terhadap lamanya
hari rawat, memperberat kondisi anak dna bahkan dapat menyebabkan kematian pada
anak.
Dampak jangka panjang dari anak sakit dan dirawat yang
tidak segera ditangani akan menyebabkan kesulitan dan kemampuan membaca buruk,
memiliki gangguan Bahasa dan perkembangan kognitif, menurunya kemampuan
intelektual dan social serta fungsi imunitas.
Manfaat
hospitalisasi
Meskipun hospitalisasi menyebabkan stress pada anak,
hospitalisasi juga dapat memberikan manfaat yang baik, antara lain menyembukan
anak, memberikan kesempatan kepada anak untuk mengatasi stress dan merasa
kompeten dalam kemampuan koping serta dapat memberikan pengalaman
bersosialisasi dan memperluas hubungan interpersonal mereka.
Dengan menjalani rawat inap atau hospitalisasi dapat
menangani masalah kesehatan yang dialami anak, meskipun hal ini dapat
menimbulkan krisis.
Manfaat psikologis selain diperoleh anak juga
diperoleh keluarga, yakni hospitalisasi anak dapat memperkuat koping keluarga
dan memunculkan strategi koping baru. Manfaat psikologis ini perlu ditingkatkan
dengan melakukan berbagai cara, diantaranya adalah :
a.
Membantu
mengembangkan hubungan orang tua dengan anak
Kedekatan orang tua, dengan anak akan Nampak ketika
anak dirawat di rumah sakit. Kejadian yang dialami ketika anak harus menjalani
hospitalisasi dapat menyadarkan orang tua dan memberikan kesempatan kepada
orang tua untuk memahami anak-anak yang bereaksi terhadap stress, sehingga
orang tua dapat lebih memberikan dukungan kepada anak untuk siap menghadapi
pengalaman di rumah sakit serta memberikan pendampingan kepada anak setelah
pemulanganya.
b.
Menyediakan
kesempatan belajar
Sakit dan harus menjalani rawat inap dapat memberikan
kesempatan belajar bagi anak maupun orang tua tentang tubuh mereka dan profesi
kesehatan anak. Anak-anak yang lebih besar dapat belajar tentang penyakit dan
meberikan pengalaman terhadapat profesinal kesehatan sehingga dapat membantu
dalam memilig pekerjaan yang nantinya akan menjadi keputusanya. Orangtua dapat
belajar tentang kebutuhan anak untuk kemandirian, kenormalan dan keterbatasan.
Bagi anak dan orangtua, keduanya dapat menemukan sistem support yang baru dari
staf rumah sakit
c.
Meningkatkan
penguasaan diri
Pengalaman yang dialami ketika menjalani hospitalisasi
dapat memberikan kesempatan untuk meningkatkan penguasaan diri anak. Anak akan
menyadari bahwa mereka tidak disakiti/ditinggalkan tetapi mereka akan menyadari
bahwa mereka dicintai, dirawat dan diobati dengan penuh perhatian. Pada anak
yang lebih tua, hospitalisasi akan memberikan suatu kebanggaan bahwa mereka
memiliki pengalaman hidup yang baik.
d.
Menyediakaan
lingkungan sosialisasi
Hospitalisasi dapat memberikan kesempatan baik kepada
anak maupun orang tua untuk penerimaan social. Mereka akan merawa bahwa krisis
yang dialami tidak hanya oleh mereka sendiri tetapi ada orang-orang lain yang
juga merasakanya. Anak dan orangtua akan menemukan kelompok social baru yang
memiliki masalah yang sama, sehingga memungkinkan mereka akan saling
berinteraksi bersosialisasi dan berdiskusi tentang keprihatinan dan perasaan
mereka, serta mendorong orangtua untuk membantu dan mendukung kesembuhan
anaknya.
Kecemasan pada anak
Kecemasan sebagai masalah pada anak
Kecemasan atau ansietas merupakan penilaian dan respon
emosional terhadap sesuatu yang berbahya. Kecemasan sangat berkaitan dengan
perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Kondisi dialami secara subyektif dan
dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Kecemasan merupakan suatu
perasaan yang berlebigan terhadap kondisi ketakutan, kegelisahan, bencana yang
akan dating, kekhawatiran, atau ketakutan terhadap ancaman nyata atau yang
dirasakan.
Menurut Stuart (2006), kecemasan berbeda dengan rasa
takut yang merupakan penilaian intelektual terhadap bahaya. Berbeda dengan
videbeck, yang menyatakan bahwa takut tidak dapat dibedakan dengan cemas,
karena individu yang merasa takut dan cemas mengalami pola respon perilaku,
fisiologis, emosional dalam waktu yang lama.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
cemas merupakan reaksi atas situasi baru dan berbeda terhadap suatu ketidakpastian
dan ketidakberdayaan. Perasaan cemas dan takut merupakan suatu yang normal,
namun perlu menjadi perhatian bila rasa cemas kuat dan terjadi lebih sering
dengan korteks yang berbeda.
Tingkatan kecemasan
Tingkat kecemasan dibedakan menjadi tiga yaitu:
a.
Kecemasan
ringan
pada tingkat kecemasan ringan seseorang mengalami
ketegangan yang dirasakan setiap hari sehingga seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya. Seseorang akan lebih tanggap dan bersikap
postif terhadap peningkatan minat dan motivasi. Tanda- tanda kecemasan ringan
berupa gelisah, mudah marah, dan perilaku mencari perhatian.
b.
Kecemasan
sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk
memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga
seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang
lebih terarah. Pada kecemasan sedang, seseorang akan kelihatan serius dalam
memperhatikan sesuatu. Tanda-tanda kecemasan sedang berupa suara bergetar,
perubahan dalam suara takikardi, gemetaran, peningkatan ketengangan otot.
c.
Kecemasan
berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi,
cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak
dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukan untuk mengurangi
menurunkan kecemasan dan focus pada kegiatan lain berkurang. Orang tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu daerah lain.
Tanda-tanda kecemasan berat beruapa perasaan terancam, ketengangan otot
berlebihan, perubahan pernafasa, perubahan gastrointestinal ( mual,muntah ,
rasa terbakar pada ulu hati, sendawa, anoreksia dan diare), perubahan
kardiovaskuler dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan anak
Faktor yang mempengaruhi kecemasan anak antara lain:
a.
Usia
Usia dikaitkan dengan pencapaian perkembangan kognitif
anak. Anak usia prasekolah belum mampu menerima dan mempersepsikan penyakt dan
pengalaman baru dengan lingkungan asing. Dalam penelitiab Tsai,2007, semakin
muda usia anak, kecemasan hospitalisasi akan semakin tinggi. Anak usia infant,
toddler dan prasekolah lebih mungkin mengalami stress akibat perpisahan karena kemampuan
kognitif anak yang terbatas untuk memahami hospitalisasi. Hal ini sejalan
dengan penelitian dari spence, etal,2001, yang menyatakan bahwa kecemasan
banyak dialami oleh anak dengan usia 2,5 sampai 6,5 tahun.
b.
Karakteristik
saudara( Anak ke-)
Karakteristik saudara dapat mempengaruhi kecemasan
pada anak yang dirawat dirumah sakit. Anak yang dilahirkan sebagai anak pertama
dapat menunjukan rasa cemas yang berlebihan dibandingkan anak kedua.
c.
Jenis
kelamin
Jenis kelamin dapat mempengaruhi tingkat stess
hospitalisasi, dimana anak perempuan yang menjalani hospitalisasi memiliki
tingkap kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki, walaupun ada
beberapa yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin dengan tingkat kecemasan anak.
d.
Pengalamn
terhadap sakit dan perawatan dirumah sakit
Menurut Tsai,2007, anak yang mempunyai pengalaman
hospitalisasi sebelumnya akan memiliki kecemasan yang lebih rendah dibandingkan
dengan anak yang belum memiliki pengalaman sama sekali. Respon anak menunjukan
peningkatan sensitivitas terhadap lingkungan dan mengingat dengan detail
kejadia yang dialaminya dan lingkungan disekitarnya. Pengalaman pernah
dilakukan perawatan juga membuat anak menghubungkan kejadian sebelumnya, dengan
perawatan saat ini. Anak yang memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan
selama dirawat di rumah sakit sebelumnya akan membuat anak takut dan trauma.
Sebaliknya, apabila pengalaman anak dirawat di rumah sakit mendapatkan
perawatan yang baik dan menyenangkan maka akan lebih kooperatif.
e.
Jumlah
anggota dalam satu rumah
Jumlah anggota keluarga satu rumah dikaitkan dengan
dukungan keluarga. Semakin tinggi dukungan keluarga pada anak usia prasekolah
yang menjalani hospitalisasi , maka semakin sedikit tingat kecemasan anak.
Jumlah saudara kandung sangat erat hubunganya dengan dukungan keluarga. Semakin
banyak jumlah saudara kandung, maka anak akan cenderung cemas, merasa sendiri
serta kesepian saat anak dirawat memberikan perasaan tenang, nyaman, merasa
disayang dan diperhatikan. Koping emosi yang baik dari anak akan memunculkan
rasa percaya diri pada anak dalam menghadapi permasalahnaya. Keterlibatan orang
tua dapat memfalitasi penguasan anak terhadap lingkungan asing.
f.
Persepsi
anak terhadap sakit
Keluarga dengan jumlah yang cukup besar mempengaruhi
persepsi dan perilaku anak dalam mengatasi masalah menghadapi hospitalisasi.
Jumlah anggota keluarga dalam satu rumah semakin besar memungkinkan dukungan
keluarga baik dalam perawatan anak. Small, et al (2009) menyatakan bahwa anak
usia prasekolah selama di hospitalisasi bias menyebabkan dampak bagi anak
sendiri maupun orangtua. Munculnya dampat tersebut karena kemampuan pemilihan
koping yang belum baik dan kondisi stress karena pengobatan.
RESPON TERHADAP KECEMASAN
Kecemasan dapat mempengaruhi kondisi tubuh seseorang,
respon kecemasan antara lain:
a.
Respon
Fisiologis terhadap kecemasan
Secara fisiologis respon tubuh terhadap kecemasan
adalah dengan mengaktifkan sistem saraf otonom ( simpatis, maupun
parasimpatis). Serabut saraf simpatif mengaktifkan tanda-tanda vital pada
setaip tanda bahaya untuk mempersiapkan pertahan tubuh. Anak yang mengalami
gangguan kecemasan akibat perpisahan akan menunjukan sakit perut, saki kepala,
mual, muntah, demam ringan, gelisah, keletihan , sulit berkonsentrasi dan udah
marah.
b.
Respon
Psikologis terhadap kecemasan
Respon perilaku akibat kecemasan adalah tampak
gelisah, terdapat ketengan fisik. Tremor, reaksi terkejut, bicara cepat, kurang
koordinasi, menarik diri dari hubungan interpersonal, melarikan diri dari
masalah, menghindar, dan sangat waspada.
c.
Respon
Kognitif
Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir, baik proses pikie maupun isi piker,
diantaranya adalah tidak mampu memperhatikan, kosentrasi menurun, mudah lupa,
menurunya lapang persepsi, bingung, sangat waspada, kehilangan objektivitas,
takut kehilangan kendali, takut pada gambar visual, takut pada cedera atau
kematian dan mimpi buruk.
d.
Respon
Afektif
Secara afektif klien akan mengekspresikan dalam bentuk
kebingungan, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, waspada, khawatir, mati rasa,
rasa bersalah atau malu, dan curiga sebagai emosi terhadap kecemasan.
ALAT UKUR KECEMASAN
Tingkat kecemasan dapat terlihan dari manifestasi yang
ditimbulkan oleh seseorang. Alat ukur terdapat beberapa versi, antara lain:
a.
Zung
Self Rating Anxiety Scale
Dikembangkan oleh W.K Zung tahun 1971 merupakan metode
pengukuran tingkat kecemasa. Skala ini berfokus pada kecemasan secara umum dan
koping dalam mengatasu stress. Skala ini terdiri dari 20 pertanyaan dengan 15
pertanyaan tentang peningkatan kecemasan dan 5 pertanyaan tentang penurunan
kecemasan.
b.
Hamilton
Anxiety Scale
Disebut juga dengan Hamilton Anxiety Rating Scale
(HARS), pertama kali dihubungkan oleh Max Hamilton pada tahun 1956, untuk
mengukur semua tanda kecemasan baik kecemasan psikis maupun somatic. HARS
terdiri dari 14 item pertanyaan untuk mengukur tanda adanya kecemasan pada anak
dan orang dewasa. HARS telah distandarkan untuk mengevaluasi tanda kecemasan
pada individu yang sudah menjalankan terapi, setelah mendapatkan obat
antidepresan dan setelah mendapatkan obat psikotropika (Fahmy,2007)
c.
Preschool
Anxiety Scale
Preschool Anxiety Scale dikembangkan oleh Spence et
al, dalam kuisioner ini mencangkup pernyataan dari anak (Spence Children’s
Anxiety Scale) tahun 1994 dan laporan orang tua (Spance Children’s Anxiety
Scale Parent Report) pada tahun 2000. Masing-masing memiliki 35 dan 49
pertanyaan yang mengunakan pentanyaan tidak pernah, kadang-kadang, sering dan
selalu.
d.
Children
Manifest Anxiety Scale (CMAS)
Pengukuran Children Manifest Anxiety Scale (CMAS)
ditemukan oleh Janet Taylor. CMAS berisi 50 butir pertanyaan, dimana responden
menjawab keadaan “ya” atau “tidak” sesuai dengan keadaan dirinya, dengan
memberi tanda (O) pada kolom jawaban “ya” atau tidak (X) pada kolom jawaban
“tidak”.
e.
Screen
for Child Anxiety Related Disorders (SCARED)
Merupakan instrument untuk mengukur kecemasan pada
anak yang terdiri dari 41 item, dalam instrument ini responden
(orangtua/pengasuh) diminta untuk menjelaskan bagaimana perasaan anak dalam 3
bulan terakhir. Instrument ini ditunjukan pada anak usia 8 tahun hingga 18
tahun
f.
The
Pediatric Anxiety Rating Scale (PARS)
Digunakan untuk menilai tingkat keparahan kecemasan
pada anak-anak dan remaja, dimulai usia 6 sampai 17 tahun. PARS memiliki dua
bagian: daftar periksa gejala dan item keparahan. Daftar periksa gejala
digunakan untuk menentukan gejala gejala pada minggu-minggu terakhir. Ke tujuh
item tingkat keparahan digunakan untuk menentukan tingkat keparahan gejala dan
skor total PARS. Gejala yang termasuk dalam penilaian umumnya diamati pada
pasien dengan gangguan seperti gangguan panic dan fobia spesifik.
TERAPI BERMAIN PADA ANAK SAKIT
Bermain sebagai media
Bermain merupakan kegiatan menyenangkan yang dilakukan
dengan tujuan bersenang-senang, yang memungkinkan seorang anak dapat melepaskan
rasa frustasi (Santrock,2007). Menurut Wong, 2009, bermain merupakan kegiatan
anak-anak, yang dilakukan berdasarkan keinginan sendiri untuk mengatasi
kesulita, stress dan tantangan yang di temui serta berkomunikasi untuk mencapai
kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain.
Bermain merupakan kegiatan atau stimulasi yang sangat
tepat untuk anak. Bermain dapat meningkatkan daya pikir anak untuk
mendayagunakan aspek emosional, social serta fisiknya serta dapat meningkatkan
kemampuan fisik, pengalaman, dan pengetahuan serta keseimbangan mental anak.
Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan kegiatan
yang dilakukan anak untuk mengatasi berbagai macam perasaan yang tidak
menyenangkan dalam dirinya. Dengan bermain anak akan mendapatkan kegembiraan
dan kepuasan.
Terapi bermain merupakan kegiatan untuk mengatasi
masalah emosi dan perilaku anak-anak karena rensposif terhadap kebutuhan unik
dan beragam dalam perkembangan mereka. Anak-anak tidak seperti orang dewasa
yang dapat berkomunikasi secara alami melalui kata-kata, mereka lebih alami
mengeksperikan diri melalui bermain dan beraktivitas. Menurut Vanfleet, et al,
2010, terapi bermain merupakan suatu bentuk permainan anak-anak, dimana mereka
dapat berhubungan dengan orang lain, saling mengenal, sehingga dapat
mengungkapkan perasaannya sesuai dengan kebutuhan mereka.
Terapi bermain merupakan terapi yang diberikan dan
digunakan anak untuk menghadapi ketakutan, kecemasan, dan mengenal lingkungan,
belajar mengenal perawatan dan prosedur yang dilakukan serta staf rumah sakit
yang ada. Hal ini sejalan dengan asosiasi Terapi Bermain, 2008, dalam Homeyer,
2008, terapi bermain di definisikan sebagai pengunaan sistematis model teoritis
untuk membangun proses antar pribadi untuk membantu seseorang mencegah dan
mengatasi proses antar pribadi untuk membantu seseorang mencegah atau mengatasi
kesulitan psikososial serta mencapai petumbuhan dan perkembangan yang optimal.
Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa
terapi bermain meruapakan salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan
salah satu alat paling efektif untuk mengatasi stress anak ketika dirawat
dirumah sakit. Karena hospitalisasi menimbulkan krisis dalam kehidupan anak dan
sering disertai stress berlebihan, maka anak-anak perlu bermain untuk
mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka alami sebagai alat koping dalam
menghadapi stress.
Tujuan terapi bermain
Wong,et al (2009) menyebutkan, bermain sangat penting
bagi mental, emosional, dan kesejahteraan social anak. Seperti kebutuhan
perkembangan mereka, kebutuhan bermain tidak berhenti pada anak-anak sakit
sakit atau di rumah sakit. Sebaliknya, bermain di rumah sakit memberikan
manfaat utama yaitu meminimalkan munculnya masalah perkembangan anak, selain
itu tujuan terapi bermain adalah untuk menciptakan suasana aman bagi anak-anak
untuk mengeksperikan diri mereka, memahami hubungan sesuatu yang terjadi,
mempelajari aturan social dan mengatasi masalah mereka serta memberikan
kesempatan bagi anak-anak untuk berekspresi dan mencoba sesuatu yang baru.
Adapun tujuan bermain di rumah sakit adalah agar dapat
melanjutkan fase tumbuh kembang secara optimal, mengembangkan kreativitas anak
sehingga anak dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress. Menurut Santrock
(2007), terapi bermain dapat membantu anak menguasai kecemasan dan konflik.
Karena ketengangan mengendor dalam permainan, anak dapat menghadapi masalah
kehidupan, memungkinkan anak menyalurkan kelebihan energy fisik dan melepaskan
emosi yang tertahan.
Permainan juga sangat mendukung pertumbuhan dan
perkembangan anak, yaitu diantaranya:
1.
Untuk
perkembangan kognitif
a.
Anak
mulai mengerti dunia.
b.
Anak
mampu mengembangkan pemikiran yang fleksibel dan berbeda.
c.
Anak
memiliki kesempatan untuk menemui dan mengatasi permasalahn-permasalahan yang
sebenarnya.
2.
Untuk
perkembangan social dan emosional
a.
`Anak
mengembangkan keahlian berkomunikasi serta verbal maupun no verbal melalui negosiasi
peran, mencoba untuk memperoleh akses untuk permainan yang berkelanjutan atau
menghargai perasaan orang lain.
b.
Anak
merespon perasaan teman sebaya sambi menanti giliran bermain dan berbagai
pengalaman.
c.
Anak
bereksperimen dengan peran orang-orang dirumah, di sekolah, dan menyarakay di
sekitarnya melalui hubungan langsung dengan kebutuhan-kebutuhan dan harapan
orang disekitarnya.
d.
Anak
belajar menguasai perasaanya ketika ia marah, sedih atau khawatir dalam keadaan
tak terkontrol.
3.
Untuk
perkembangan Bahasa
a.
Dalam
permainan dramatic, anak mengunakan peryataan-pernyataan peran, infeksi
(perubahan nada/suara) dan Bahasa komunikasi yang tepat.
b.
Selama
bermain, anak belajar mengunakan Bahasa untuk tujuan-tujuan yang berbeda dan
dalam situasi yang berbeda dengan orang-orang yang berbeda pula
c.
Anak
mengunakan Bahasa untuk meminta alat bermain, bertanya, mengekspresikan gagasan
atau mengadakan dan meneruskan permainan.
d.
Melalui
bermain, anak bereksperimen dengan kata-kata, suku kata, bunyi dan struktur
bahasa.
4.
Untuk
perkembangan fisik (jasmani)
a.
Anak
terlibat dalam permainan yang aktif mengunakan keahlian-keahlian motoric kasar.
b.
Anak
mampu memungut dan meghitung benda-benda kecil menggunakan keahlian motoric
halusnya.
5.
Untuk
perkembangan pengenalan huruf (literacy)
a.
Proses
membaca dan menulis anak seringkali pada saat anak sedang bermain permainan
dramatic, ketika ia membaca cetak yang tertera, membuat daftar belanja atau
bermain sekolah-sekolahan.
b.
Permainan
dramatic membantu anak belajar memahami cerita dan struktur ceria.
c.
Dalam
permainan drmatik, anak memasuki dunia bermain seolah-olah mereka adalah
karakter atau benda lain. Permainan ini membantu mereka memasuki dunia karakter
buku.
FUNGSI BERMAIN
Dunia anak tidak dapat dipisahkan dari kegiatan rumah.
Diharapkan dengan bermain, anak akan mendapatkan stimulus yang mencukupi agar
dapat berkembang secara optimal. Adapun fungsi bermain pada anak yaitu:
1.
Perkembangan
sensori-motorik: aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen terbesar yang
digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot.
2.
Perkembangan
intelektual: anak melakukan ekplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu
yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentu, ukuran,
tektur, dan membedakan objek. Misalnya, anak bermain mobil-mobilan, kemudia
hanya terlepas dan anak dapat memperbaikinya, maka anak telah belajar
memancarkan masalahnya melalui explorasi alat mainanya dan untuk mencapai
kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan imajinasinya semakin mungkin.
Semakin sering anak melakukan eksplorasi, akan melatih kemampuan
intelektualnya.
3.
Perkembangan
social:perkembangan social ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungan. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima.
Bermain dengan orang lain akan belajar memberi dan menerima. Bermain dengan
orang lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan social dan belajar
memecahkan dari hubungan tersebut. Saat melakukan aktivitas bermain, anak
belajar berinteraksi dengan teman, memahami lawan bicara, dan belajar tentang
nilai social yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada anak usia
sekolah dan remaja.
4.
Perkembangan
kreativitas: bereaksi adalah kemampuan untuk meenciptakan sesuatu dan
mewujudkan ke dalam bentu objek dana tau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan
bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya.
5.
Perkembangan
kesadaran diri: melalui terapi bermain, anak akan mengembangjan kemampuannya
dalam mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya
dengan mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah laku terhadap
orang lain. Dalam hal ini, peran orang tua sangat penting untuk menanamkan
nilai moral dan etika, terutama dalam kaitanya dengan kemampuan untuk memahami
dampak postif dan negative dari perilakunya terhadap orang lain. Nilai-nilai
moral: anak mempelajari nilai besar dan salah dari lingkungannya, terutama pada
orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapat
kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di
lingkungan dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada
dalam lingkungan.
6.
Bermain
sebagai terapi
Pada saat anak dirawat di rumah sakit, anak akan
mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan seperti: marah,
takut, cemas, sedih dan nyeri. Perasaan tersebut meruapakan dampak dari
hospitalisasi yang dialami anak karena mengalami beberapa stressor yang ada di
lingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan
terlepas dari ketengangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan
permainan, anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada
permainanya(distraksi).
Prinsip pelaksanaan terapi bermain
Agar anak dapat lebih efektif dalam bermain di rumah
sakit diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.
Permainan
tidak banyak melakukan energy, waktu bermain singkat untuk menghindari
kelelahan dan alat-alat permainanya sederhana.
Menurut Vanfeet,2010, waktu yang diperlukan untuk
terapi bermain pada anak yang dirawat di rumah sakit adalah 15-20 menit. Waktu
15-20 menit dapat membuat kedekatan antara orangtua dan anak serta tidak
menyebabkan anak kelelahan akibat bermain. Hal ini berbedadengan Adriana,2011,
yang menyatakan bahwa waktu untuk terapi bermain 30-45 menit yang terdiri dari
tahap persiapan 5 menit, tahap pembukaan 5 menit, tahap kegiatan 20 menit dan
tahap penutup 5 menit.
Lama pemberian terapi bermain bias bervariasi,
idealnya dilakukan 15-30 menit dalam sehari selama 2-3 hari. Pelasanaanya
terapi ini dapat memberikan mekanisme koping dan menurunkan kecemasan pada
anak.
b.
Mainan
harus relative aman terhindar dan terhindar dari infeksi silang. Permainan
harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan. Anak kecil perlu rasa nyaman dan
yakin terhadap benda-benda yang dikenalanya sepert boneka yang perlu dipeluk
anak untuk memberikan rasa nyaman dan dibawa ke tempat tidur di malam hari,
mainan tidak membuat anak tersedak, tidak mengandung bahan berbahaya, tidak
tajam, tidak membuat anak terjatuh, tidak mengandung bahan berbahaya, kuat dan
tahan lama seta ukuranya menyesuaikan anak dan kekuatan anak.
c.
Sesuai
dengan kelompok usia
Pada rumah sakit yang mempunyai tempat bermain,
hendaknya perlu dibuatkan jadwal dan dikelompokan sesuai usia karena kebutuhan
bermain berlainan usia yang lebih rendah dan yang lebih tinggi.
d.
Tidak
bertentangan dengan terapi
Terapi bermain harus memperhatikan kondisi anak. Bila
program terapi mengharuskan anak harus istirahat, maka aktivitas bermain
hendaknya dilakukan di tempat tidur. Permainan tidak boleh bertentangan dengan
pengobatan yang sedang dijalankan anak, apabila anak harus tirah baring harus
dipilih permainan yang dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak
bermain dengan kelompoknya di tempat bermain khususnya yang ada di ruang rawat.
e.
Perlu
keterlibatan orang tua dan keluarga
Banyak teori yang mengembangkan terapi bermain, namun
menurut Wong (2009), keterlibatan orangtua dalam terapi adalah sangat penting,
hal ini disebebakan karena orangtua mempunyai kewajiban untuk tetap
melangsungkan upaya stimulasi tumbuh kembang pada anak, walaupun sedang dirawat
di rumah sakit. Anak yang dirawat di rumah sakit seharusnya tidak dibiarkan
sendiri. Keterlibatan orangtua dalam perawatan anak di rumah sakit diharapkan
dapat mengurangi dampat hospitalisasi. Keterlibatan orangtua tidak hanya
mendorong perkembangan kemampuan dan ketrampilan social anak, namun juga akan
memberikan dukungan bagi perkembangan emosi positif, kepribadian yang adekuat
serta kepedulian terhdapat orang lain. Kondisi ini juga dapat membangun
kesadaran buat anggota keluarga lain untuk dapat menerima kondisi anak
sebagiamana adanya. Hal ini sesuai dengan penelitian Bratton, 2005,
keterlibatan orangtua dalam pelaksanaanya terapi bermain memberikan efek yang
lebih besar dibandingkanpelaksaanya terapi bermain yang diberikan oleh
seseorang professional kesehatan mental. Menurut perawat hanya bertindak
sebagai fasilitator sehingga apabila pemainan dilakukan oleh perawat, orangtua
harus terlibat secara aktif dan mendampingi anak mulai dari awal permainan
sampai mengevaluasi hasil permainan bersama dengan perawat dan orangtua anak
lainya.
TIPE BERMAIN
Jika dilihat dari tipe permainan dapat dibagi menjadi 5
tipe sebagai berikut:
a.
Permainan
pengamat
Tipe permainan pendamat adalah anak memperhatikan apa
yang dilakukan anak lain, tetapi tidak berusaha untuk terlibat dalam aktivitas
dala bermain tersebut. Anak memiliki keinginan dalam memperhatikan interaksi anak
lain, tetapi tidak bergerak untuk berpartisipasi. Anak bersifat pasif, tetapi
ada proses pengamatan terhadap permainan yaitu sedang dilakukan temamnya.
b.
Permainan
tunggal
Tipe permainan tunggal adalah anak bermain sendiri
mainannay berbeda dengan mainan yang digunakan oleh anak di tempat yang sama.
Anak menikmati adanya lain tetapi tidak berusaha untuk tempat yang sama. Anak
memberikan anak lain tetapi tidak berusaha untuk mendeteksi mereka lakukan
tanpa terkait ddengan aktivitas anak lain.
c.
Permainan
parallel
Tipe permainan pararel adalah anak bermain secara
mandiri tetapi diantara anak-anak lain. Mereka bermain dengan mainan yang sama
seperti mainan yang digunakan untuk anak lain disekitarnya, tetapi ketika anak
tampak berinteraksi, mereka tidak saling mempengaruhi. Masing-masing anak
bermain berdampingan, tetapi tidak bermain bersama-sama.
d.
Permainan
asosiatif
Tipe permainan asosiatif adalah bermain bersama dan
mengerjakan aktivitas serupa atau bahkan sama, tetapi tidak ada organisasi,
pembagian kerja, penetapan kepemimpinan atau tujuan bersama. Anak saling pinjam
meminjam mainanya, saling mengikuti, bertindak, sesuai dengan harapan sendiri
dan tidak ada tujuan kelompok. Terdapat pengaruh perilaku yang sangat besar
ketika anak mulai aktivitas, seluru kelompok mengikuti.
e.
Permainan
kooperatif
Tipe permainan kooperatif (kerjasama)adalah permainan
bersifat teratur, dan anak bermain dalam kelompok dengan anak lain. Anak akan
berdiskusi dan merencakan aktivitas untuk tujuan pencapaian akhir. Kelompok
tersebut secara renggang, tetapi terdapat rasa memliki atau tidak memiliki yang
nyata. Aktivitas permainan dikontrol oleh satu atau dua anggota yang memerankan
peran dan mengarahkan aktivitas orang lain. Aktivitas diatur untuk memungkinkan
satu anak menambah fungsi anak lain dalam mencapai tujuan terakhir. Pada
permainan ini terdpaat aturan permainan dalam kelompok, tujuan dari
kepemimpinan permainan.
Anak-anak dirawat dirumah sakit memiliki masalah
emosional yang membutuhkan dengan baik dari perawat ataupun keluarga. Manurut
Bratton (2009), penyedian perawatan dalam hal ini adalah pemberi terapi bermain
di rumah sakit dibedakan menjadi 2 yaitu professional kesehatan mentan dan
praprofesional. Para professional ini adalah orangtua, guru, dan perawat. Hasil
penelitian didapatkan bahwa penyedia perawatan untuk intervensi terapi bermain
yang dilakukan orangtua memiliki hasil yang sangat signifikan lebih besar
dibandingkan dengan professional kesehatan mental. Hal ini disebabkan kedekatan
anatara orangtua dan anak sehingga keduanya memiliki keterikatan yang kuat.
Perawat dan keluarga terapi bermain untuk mengatasi efek hospitalisasi.
Menurut Moorey (2012), ketika anak dirawat di rumah
sakit, anak akan mengalami masalah psikologis yang dapat memperngaruhi
pertumbuhan dan perkembangan. Oleh karena itu diperlukan adanya dukungan dari
orang yang memiliki usia diatasnya. Orangtua dan perawat sangat penting dalam
pemberian dukungan pada setiap pelaksanaan tindakan pengobatan yang dapat
menyebabkan trauma dan kecemasan pada anak.
Kategori bermain
a.
Bemain
Aktif
Dalambermain aktif, kesenangan timbul dari apa yang
dilakukan anak, apakah dalam bentuk kesenangan bermain alat misalnya mewarnai,
gambar melipat kertas origami, puzzle dan menempel gambar. Bermain aktif juga
dapat dilakukan dengan bermain peran misalnya bermain dokter-dokteran dan
bermain dengan menebak kata.
b.
Bermain
pasif
Alam bermain pasif, hiburan atau kesenangan diperoleh
dari kegiatan orang lain. Pemain menghabiskan sedikit energy, anak hanya
menikmati temanya bermain dan menonton telvisi dan membaca buku. Bermain tanpa
mengeluarkan banyak tenaga, tetapi kesenanganya hamper sama dengan bermain
aktif.
Klasifikasi permainan
a.Berdasarkan isinya
1.
Bermain
afektif social( social affective play)
Permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal
yang menyenangkan antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapat
kesenangan dan kepuasan dari hubungan yang menyenangkan dengan orangtua dan
orang lain. Permaianan yang biasa dilakukan “cilukba”, berbicara sambal
tersenyum/tertawa atau sekedar memberikan tangan pada bayi untuk mengenggamnya
tetapi dengan diiringi berbicara sambal tersenyum dan tertawa.
2.
Permainan
ketrampilan (skill play)
Permainan ini akan menimbulkan ketrampilan anak,
khususnya motirk kasar dan halus. Misalnya, bayi akan terampil akan memegang
benda-benda kecil, memindahkan benda dari satu tempat ke tempat lain dan anak akan
terampil naik sepeda. Jadi ketrampilan tersebut diperoleh melalui penggulangan
kegiatan permainan yang dilakukan.
3.
Permainan
simbolik atau pura-pura (dramatic play role)
Permainananak ini yang memaikan peran orang lain
melalui permainanya. Anak berceloteh sambal berpakaian meniru orang dewasa.
Misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya sebagai yang ingin ia tiru.
Apabila anak bermain dengan temanya , akan terjadi percakapan antara mereka
dengan peran orang yang mereka tiru. Permainan ini sangat penting untuk
memprotes/mengidentifikasi anak terhadap peran tertentu.
b. Berdasarkan jenis permainan
1.
Permainan
(Games)
Permainan adalah jenis permainan dengan alat tertentu
yang menggunakan perhitungan dan skor. Permainan bias dilakukan oleh anak
sendiri atau dengan temanya. Banyak sekali jenis permainan ini yang dimulai
dari sifat tradisional maupun modern seperti ular tangga, congklak, puzzle dan
lain-lain.
2.
Permainan
yang hanya memperhatikan saja (unoccupied berhaviour)
Pada saat tertentu anak sering terlihat mondar mandir,
tersenyum, tertawa, jinjit-jinjit, bungkung-bungkut, memainkan kursi, meja atau
apa saja yang ada di sekelilingnya. Anak melamun, sibuk dengan bajunya atau benda
lain. Jadi sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan tertentu dari situasi
atau objek yang ada disekelilingnya yang digunakan sebagai alat permainan. Anak
memusatkan perhatian pada segala sesuatu yang menarik perhatiannya. Peran ini
berbeda dengan onlooker, dimana anak aktif mengamati aktivitas anak lain.
c.Berdasarkan karakteristik social
1.
Solitary play. Dimulai dari bayi (toodler) dan merupakan jenis
permainan sendiri atau independen walaupun ada orang lain disekitarnya. Hal ini
karena ketervatasan social, ketrampilan fisik dan kognitif.
2.
Paralel play. Dilakukan oleh suatu kelompok anak balita atau anak prasekolah
yang masing-masing mempunya permainan yang sama tetapi satu sama lainya tidak
ada interaksi dan tidak saling ketergantungan dan karakteristik khusus pada
usia toddler.
3.
Associative play. Permainan kelompok yang dengan tujuan kelompok yang
dimulai dari usia toddler. Dan dilanjutkan sampai usia prasekolah dan merupakan
permainan dimana anak dlam kelompok dengan aktivitas yang sama tetapi belum
teroganisir secara formal.
4.
Cooperative play. Suaru permainan yang teroganisir dalam kelompok, ada
tujuan kelompok dan ada memimpin yang di mulai dari usia prasekolah. Permainan
ini dilakukan pada usia sekolah dan remaja.
5.
Onlooker play. Anak melihat atau mengobservasi permainan orang lain
tetapi tidak ikut bermain, walaupun anak dapat mennayakan permainan itu dan
biasanya dimulai pada usia toddler.
6.
Therapeutic play. Merupakan pedoman bagi tenaga tim kesehatan,
khususnya untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikologi anak selama
hospitalisasi. Dapat membantuk mengurangi stress, memberikan intruksi dan
perbaikan kemampuan fisiologis (Vessey & Mohan,1990 dikutip oleh
Supartini,2004). Permainan dengan mengunakan alat-alat modik dapat menurunkan
kecemasan dan untuk pengajaran perawatan diri. Pengajaran dengan melalui
permainan dan harus diawasi seperti: menggunakan boneka sebagai alat peraga
untuk melakukan kegiatan bermain seperti memperagakan dan melakukan
gambar-gambar seperti pasang gips, injeksi, memasang infus dan sebagainya.
PELAKSANAAN TERAPI BERMAIN
1.
Permainan
anak usia 0-1 tahun
Bermain pada bayi mencerminkan perkembangan dan
kesadarn terhadap lingkungan, tujuan bermain pada usia 0-1 tahun adalah
menstimulasi perkembangan anak, mengalihkan perhatian anak, mengalihkan nyeri
dan ketidaknyamanan yang dirasakan. Pemilihan permainan anak harus aman, bersih
dan selalu dalam pemantauan orangtua. Anak usia 0-1 tahun mengalami
perkembangan orat (mulutnya) dimana kepuasan ada dalam mulutnya, jadi anak
cenderung memainkan mulut dan suka memasukan semua benda keadalam mulutnya.
Permainan yang dapat dilakukan pada anak usia 0-1 tahun meliputi:
a.
Permainan
kerincing
Permainan ini mengunakan penglihatan da pendengaran
anak yang berfungsi untuk mengalihkan perhatian anak untuk menemukan sumber
bunyi yang berasal dari kerincing. Pelaksanaanya dengan menggoyangkan kerincing
hingga anak menoleh kearah bunyi kerincing, lalu geser kerincing kekiri dan
kekanan, jauh mendekat. Jika anak mencoba meraih, kerincing boleh diberikan
anak untuk digenggam dan dimainkan.
b.
Sentuhan
Permainan ini menggunakan benda-benda yang akan
diisentuhkan ke anak, baik kekulit anak maupun ke telapak tangan anak. Pilihlah
benda yang tekstur permukaanya lebut seperti boneka, sisir bayi, atau kertas.
Permainan ini bertujuan untuk mengenalkan benda dengan sensasi sentuhan dan
mengembangkan kesadaran terhadap benda-benda disekitarnya. Permainan ini
dilakukan dengan menempelkan benda-benda disekitarnya. Permainan ini dilakukan
dengan menempelkan benda-benda yang telah kita tentukan ke kulit anak,
perhatikan respon bayi terhadap ketidaknyamanan.
c.
Mengamati
mainan
Permaina ini ditunjukan untuk perhatian anak
mengunakan benda-benda yang bergerak. Permainan ini dilakukan dengan cara
menggerakan benda-benda yang menarik perhatian seperti boneka berwarna cerah,
mainan berwarnah cerah. Benda-benda tersebut diarahkan mendekat dan menjauh
atau kekanan dan kekiri agar anak mengikuti arah benda tersebut.
d.
Meraih
mainan
Permaianan ini melatih motoric kasar anak dan membuat
anak berusaha meraih apa yang disukainya, yang perlu diperhatikan adalah jika
anak sudah mulai bosan karena tidak dapat menjangkau mainan tersebut, segera
dekatkan dan berikan mainan kepada anak. Prmainan ini menggunakan benda-benda
yang cerah dan menarik perhatian anak, diletakkan diatas anak agar anak
berusaha mengambil mainan tersebut. Geak-gerakan mainan tersebut agar anak
tertarik untuk memegang.
e.
Bermainan
bunyi-bunyian
Permainan ini ditunjukan pada anak usia 6 bula lebih.
Pada permainan ini menggunakan alat music mainan, baik yang ditiup ataupun
dipukul yang dapat mengeluarkan suara. Pada pelasanaan alat permainan tadi
dipukul bias dengan tangan atau dengan pulpen/pensil atau sendok. Permainan ini
bertujuan untuk melatih respon anak pada suara benda yang dipukul serta
mengajarkan pada anak benda-benda apa saja yang dapat menghasilkan bunyi.
f.
Mencari
mainan
pada permainan ini ditunjukan untuk melatih toleransi
anaka terhadap adanya kehilangan, agar anak bias beradaptasi jika sesuatu benda
hilang agar tenang dan berfikir cara mendapatkanya. Permainan dengan
menunjukkan suatu benda lalu sembunyikan benda itu, atau sembunyikan benda yang
sebelumnya digunakan anak lalu anak untuk mencarinya.
g.
Menyusun
donar warna warni
Permainan ini menggunakan mainan donal plastic yang
bawahnya besar dan semakin keatas semakin kecil. Permainan ini berfungsi untuk
melatih koordinasi motoric halus anak yang menghubungkan dengan otot kecil
tubuh.
h.
Mengenal
bagian tubuh
Permainan ini mengenalkan bagian tubuh anak dan
nama-namanya. Anak hanya perlu memperhatikan apa yang dilakukan oleh
fasilitator dan akan dilanjutkan oleh keluarga anak.
2.
Permainan
anak usia 1-3 tahun
a.
Arsitek
menara
Bahan yang dibutuhkan adalah kotak/kubus yang
berwarna-warni dengan ukuran yang sama, kemudian anak diminta untuk menyusun
kota atau kubus ke atas. Penyusunan kubus/kota diupayakan yang sama warnanya.
Selalu beri pujian kegiatan anak
b.
Tebak
gambar
Permainan ini membutuhkan gambar yang sudah tidak
saing bagi anak seperti binatang, buah-buahan, jenis kendaraan atau gambar
profesi/pekerjaan. Permainan dimulai dengan menunjukan gambar yang telah
ditentukan sebelumnya kemudian ajak anak untuk menebak gambar tersebut, laukan
beberapa kali. Jika anak mengetahui gambar yang dimaksud, sebaiknya petugas
memberitahu dan menanyakan kembali ke anak setelah berpindah ke gambar antara
lain untuk melatih ingatan anak.
c.
Menyusun
puzzle
Permainan ini membutuhkan pendampingan petugas dan
diupayakan puzzle yang lebih besar agar anak mudah menyusun dan memenganya.
Pilih gambar puzzle yang tidak asing bagi anak, sebelumnya gambar puzzle
dipisah pisah, tunjukan keanak gambar puzzle yang dimaksd, kemudian ajak dan
damping anak untuk menyusun puzzle. Beri contoh bagaimana cara menyusun puzzle,
seperti dimulai dipojok dahulu atau bagian samping terlebih dahulu. Hal yang
diperlu diperhatikan dalam puzzle ini setelah jumlah puzzle yang dipasang/disusun
tidak lebih dari 6 pontongan.
3.
Permainan
anak usia 4-6 tahun
a.
Bola
keranjang
Permainan ini memerlukan bola dan keranjang sampah
plastic (bias juga kotak kosong). Letakkan kota/keranjang plastic sejauh 2
meter dari anak, kemudian minta anak melempar bola kedalam kotak/keranjang
sampah plastic, jika ada bola yang tercecer atau tidak masuk, dibiarkan saja
hingga bola sudah habis lalu ajak anak untuk mengambil bola yang tercecer
tersebut dan memasukkanya kedalam keranjang dari tempat bola itu jatuh/tercecer.
b.
Bermain
dokter-dokteran
Permainan ini sangat baik untuk mengenalkan situasi
lingkungan di rumah sakit dengan berperan sebagai profesi kesehatan. Dalam
permainan ini ajak anak untuk bermainan drama yaitu anak sebagai dokternya
sedangkan pasienya adalah boneka. Minta anak untuk ememriksa boneka dengan
stetoskop mulai dada boneka hingga perutnya. Kemudian berikan spuit/suntikan
tanpa jarum kepada anak untuk berpura-pura menyuntikan obat kepasienya.
Permainan bias dilanjutkan ke boneka lainya dengan perlakuan sama hingga
menulis resep disebuah kertas andaikan meungkinkan. Jelaskan juga fungsi
suntikan dan obat itu sebagai apa saja dan hasil dari suntikan dan obat yang
didapat itu apa saja untuk pasien yang sakit.
c.
Bermain
abjad
Permainan ini membutuhkan pasangan minimal 2 anak,
permainan ini dengan menggunakan jari tangan yang diletakkan dilantai kemudian
jari tersebut dihitung mulai A hingga Z. jumlah jari terserah pada anak dan
jari yang tidak digunakan dapat ditekuk. Huruf yang tersebut terakhir akan dicari
nama biannatang/nama buahnya sesuai dengan huruf depanya.
d.
Boneka
tangan
Permainan dilakukakn dengan mengunakan boneka tangan
atau bias juga boneka jari. Dalam kegiatan ini petugas bercerita dengan
mengunakan boneka tangan. Cerita yang disampaikan diusahakan mengandung unsur
sugesti atau cerita tentang pengenalan kegiatan dirumah sakit. Biarkan anak
memperhatikan isi cerita , sesekali sebut nama anak agar anak merasa terlibat
permainan tersebut.
4.
Permainan
anak usia 6-12 tahun
a.
Melipat
kertas origami
Permaianna origami untuk melatih motoric halus anak,
serta mengembangkan imajinasi anak, permainan ini dilakukan dengan meliputi
kertas membentuk topi, kodok, ikan ,bunga, burung dan pesawat. Ajari dan beri
contoh dengan perlahan kepada anak dalam melipat kertas. Selalu beri pujian
terhadap apa yang yang telah dicapai anak. Hasil karya anak bias dipajang
dimeja anak atau didekat infus anak agar mudah terlihat orang lain.
b.
Mewarnai
gambar
Permainan ini juga melatih motoric halus anak dan
meningkatkan kreatifitas anak. Sediakan kertas bergambar dank rayon/spidol
warna, kemudian berikan kertas bergambar tersebut kepada anak dan minta anak
untuk mewarnai gambar dengan warna yang sesuai, ingatkan anak untuk mewarnai
didalam garis. Tulis nama anak diatas gambar yang telah diwarnai anak.
c.
Menyusun
puzzle
Siapkan gambar puzzle yang akan disusun anak, upaya
pemilihan gambar puzzle yang tidak asing bagi anak-anak. Pisahkan terlebih
dahulu puzzlenya kemudian minta anak untuk menyusun kembali gambar tersebut.
Ajak/buat kompetisi dalam prmainan ini yaitu siapa yang duluan selesai menyusun
puzzle, anak tersebut sebagai pemenangnya. Beri semangat juga bagi teman lain
yang belum menyelesaikan puzzlenya.
d.
Mengambar
bebas
Sediakan kertas kosong dan pensil atau krayon/spidol
warna, lalu diberikan kepada anak dan minta anak menggambar diatas kertas
tersebut. Kemudian minta anak menceritakan gambar yang telah dibuatnya. Beri
stimulus dalam memulai menggambar sepeti beri ide membuat gambar mobil, gambar
binatang atau menggambar pemandangan.
e.
Bercerita
Permainan ini ditunjukan untuk anak usia 10-12 tahun.
Permainan ini dimulai dengan memberi kesempatan kepada anak untuk mebaca sebuah
cerita/dongeng (cerita/dongeng bias kita siapakan sebelumnya dalam majalah atau
buku cerita). Setalah itu minta anak menceritakan kembali apa yang telah
dibacanya. Beri tanggapaan terhadap isi cerita yang disampaikan anak , seperti
“ wah hebat ya anak kancilnya”, kemudian beri tepuk tangan setelah anak selesai
menceritakan apa yang telah telah dibacanya.
f.
Meniup
balon
Permainan ini sangat baik sekali untuk anak-anak,
selain untuk bermain juga melatih pernafasan anak. Berikan balon bermotif
kepada anak kemudian minta anak untuk meniup balon tersebut hingga besar. Hal
yang perlu diperhatikan adalah pantauan anak dan balonya. Jangan sampai balinya
meletus atau anak memaksakan untuk meniup bola sedangkan kondisi anak sudah
kelelahan.
Hambatan dalam pelaksaan terapi bermain
1.
Faktor
yang mempengaruhi
Menurut Green, 2010. Terdapat tiga faktor yang
mempengaruhi pelaksaan terapi bermain di rumah sakit yaitu:
a.
Faktor
predisposisi
Faktor predisposisi adalah hal-hal yang menjadi
rasional atau motivasi berperilaku antaranya:
1.
Pengetahuan
(cognitive)
Aktifitas bermain yang dilakukan oleh perawat di ruangan untuk
meminimalkan dampak hospitalisasi dimulai dari dominan kognitif. Perawat perlu
mengetahui tentang arti, fungsi , klasifikasi, tipe, karakteristik bermain pada
anak, faktor-faktor yang mempengaruhi bermain, prinsip dan fungsi bermain di
rumah sakit dan alat mainan yang diperbolehkan. Semakin tinggi tingkat
pengetahuan perawat tentang aktifitas bermain anak maka akan semakin optimal
pola perawat dalam melaksanakan tindakan yang diberikutnya tersebut.
2.
Sikap
(Attitude)
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap sesepramh
terhadap suatu objek adalah perasaan yang mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak
mendukung atau memihak (unfavourable)
pada objek tertentu. Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluative. Respon
hanya akan timbul apabila individu di hadapkan pada suatu stimulus yang
menghendaki adanya reaksi individual. Diantara berbagai faktor yang
mempengaruhi pembentkan sikap ialah sikap perawat, pengalaman pribadi,
kebudayaan, orang lain yang di anggap penting, media massa, insituasi serta
faktor emosi dalam diri individu. Suatu sikap yang positif belum terwujud dalam
suatu tindakan.
b.
Faktor
pendukung
Faktor pendukung merupakan sesuatu yang memfalitasi
seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan seperti kondisi
kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan seperti kondisi lingkungan, ada
tidaknya saran atau fasilitas kesehatan dan kemampuan sumber-sumber masyarakat
serta program-program yang mendukung untuk terbentuknya suatu tindakan.
Terwujudnya sikap perawat agar menjadi tindakan di perlukan faktor pendukung di
rumah sakit, seperti tersedianya sarana atau fasilitas antara lain, ruangan
bermain yang diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan pelaksanaan aktifitas
bermain pada anak dan alat-alat bermain yang sesuai dengan tahap pertumbuhan
dan perkembangan anak. Adanya prosedur kegiatan yang telah ditetapkan sebagai
acuan perawat dalam melaksanakan kegiatan bermain. Dan perlunya kebijakan yaitu
ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan dalam pelaksanaan aktifitas
bermain.
c.
Faktor
pendorong
Faktor pendorong merupakab akibat dari tindakan yang
dilakukan seseorang atau kelompok untuk menerima umpan balik yang positif atau
negative yang meliputi support social, pengaruh teman, nasehat dan umpan balik
oleh pemberi pelayanan kesehatan atau pembuat keputusan, adanya keuntungan
social seperti penghargaan, keuntungan fisik seperti kenyamanan, hadiah yang
nyata, pemberian pujian kepada seseorang yang mendemonstrasikan tindakannya.
Sumber pendorong tergantung pada objek, tipe, program dan tempat. Di rumah
sakit, faktor pendorong bias berasal dari perawat, dokter dan keluarga (Green,
2010).
Hal- hal yang harus diperhatikan dalam aktivitas
bermain
a.
Ekstra
energy
Untuk bermain diperlukan ekstra energy. Bermain
memerlukan energi yang cukup, sehingga anak memerlukan nutrisi yang memadai.
Anak yang sehat memerlukan aktivitas bermain yang bervariasi, baik bermain
aktif maupun bermain pasif, untuk menghindari rasa bosan atau jernih.
b.
Waktu
Anak harus mempunyai cukup waktu untuk bermain
sehingga stimulus yang diberikan dapat optimal. Selain itu, anak akan mempunyai
kesempatan yang cukup untuk mengenal alat-alat permainanya.
c.
Alat
permainan
Untuk permainan diperlukan alat permainan yang sesuai
dengan umur dan perkembangan anak. Orang tua hendaknya memperhatikan hal ini,
sehingga alat permainan yang diberikan dapat berfungsi dengan benar. Yang
diperlu diperhatikan adalah bahwa alat permainan tersebut harus aman dan mempunyai
unsur edukatif bagi anak.
d.
Ruangan
untuk bermain
Ruangan tidak usah terlalu lebar dan tidak perlu
ruangan khusus untuk bermain. Anak bias bermain di ruang tamu, halaman, bahkan
di ruang tidurnya.
e.
Pengetahuan
cara bermain
Anak belajar bermain melalui mencoba-coba sendiri,
meniru teman-temannya atau diberitahu caranya orang tuanya cara yang terakhir
adalah yang terbaik. Karena anak tidak terbatas pengetahuannya dalam mengunakan
alat permainannya dan anak-anak akan mendapat keuntungan lebih banyak.
f.
Teman
bermain
Anak harus merasa yakin bahwa ia mempunyai teman
bermain kalua ia memerlukan, apakah itu saudarannya, orang tuanya atau
temannya. Karena kalai anak bermain sendiri, maka akan kehilangan kesempatan
belajar dari teman-temannya. Sebaiknya kalua terlalu banyak bermain dengan anak
lain, maka akan mengakibatkan anak tidak mempunyai kesempatan yang cukup untuk
menghibur diri sendiri dan menemukan kebutuhan sendiri. Bila kegiatan bermain
dilakukan bersama orang tuanya, maka hubungan orang tua dengan anak menjadi
akrab, dan ibu.ayah akan segera mengetahui sikap kelainan yang terjadi pada
anak mereka secara dini.
Faktor yang berpengaruh
a.
Pengetahuan
perawat
Pengetahuan perawat merupakan hal yang dominan dalam
pelaksanaan terapi bermain di rumah sakit. Dengan perawat mengetahui fungsi,
proses dan evaluasi yang diharapkan maka hasil yang didapatkan akan sesuai
dengan tujuan terapi. Terdapat 8 prinsip dasar dari pendekatan terapi bermain
adalah sebagai berikut:
1.
Perawat
harus menciptkan suasana yang hangat, hubungan yang bersahabat dengan anak
2.
Perawat
menerima anak sebagaimana adanya
3.
Perawat
harus mengembangkan perasaan pesimitif dalam hubungan dengan anak
4.
Perawat
harus waspada terhadap perasaan anak yang dieksperikan dan direfleksikan
masalahnya sendiri jika diberikan kesempatan untuk bentuk tingkah laku
5.
Perawat
diharapakan menghargai kemampuan anak dalam memecahkan masalahnya sendiri jika
diberi kesempatan untuk melakukannya
6.
Perawat
tidak diperkenankan langsung menegur perbuatan anak atau bercakap-cakap dengan
cara apapun
7.
Perawat
jangan cepat-cepat melakukan terapi
8.
Perawat
hanya mengembangkan keterbatasan-keterbatasan yang diperlukan dalam menarik
anak untuk terapi, dan pada kenyataanya akan membuat anak sadar akan
tanggungjawabnya dalam hubungan dengan terapis.
b.
Fasilitas,
kebijakan Rs, kerjasama tim
Faktor lainnya adalah ketersediaan fasilitas sarana
dan prasarana rumah sakit dalam mendukung pelaksaan terapi bermain. Ada
sebagian rumah sakit yang sudah memiliki tempat bermain anak, akan tetapi tidak
digunakan atau tempat telah ada dan SOP kebijakan rumah sakit tentang pelaksaan
terapi bermain sudah ada, tetapi tim diruang tidak saling mendukung. Hal ini
perlu adanya permahaman terkait kebutuhan bermain anak. Masuknya anak kerumah
sakit membawa dampak psikologis hingga dewasanya nanti.
c.
Keluarga
Faktor keluarga merupakan
pendukung dalam pelaksaan terapi bermain, perawatan anak di ruang rawat inap
sebagian besar bergantung kepada orang tua anak terlebih pada anak dibawah usia
sekolah, lingkungan asing justru akan menambah kecemasan pada anak, sehingga
orang tua menjadi jembatan dalam pelaksaan terapi bermain. Selain itu terapi
bermain yang telah dilakukan oleh perawat dapat ditindak lanjuti dan diteruskan
oleh keluarga dalam kegiatan sehari-hari selama dalam perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Adriana (2011). Tumbuh Kembang & Terapi Bermain Pada
Anak. Salemba Medika:Jakarta
Alligood, M.R (2014). Nursing Theorist and Their Work, 8th
Edition. Mosby: Elsevier
Bratton, S.C., Ray, D., &
Rhine, T.(2005). The Efficacy of Play Therapy With Children: A Meta-Analytic
Review of Treatment Outcomes.
Professional Psychology: Research and Pratice, 36,376-390
Cecily L. Linda A (2009). Buku saku Keperawatan Pediatri.Jakarta:EGC
888 Casino NJ Review and Bonus Code (2021) - DRMCD
BalasHapus888 Casino NJ is offering 서울특별 출장마사지 free bets, deposit bonuses, and credits for 용인 출장샵 new 용인 출장안마 players. The casino also offers free-spins, welcome bonuses, 창원 출장안마 and 영천 출장마사지 promotions.