Senin, 10 Desember 2018

TEORI HOSPITALISASI PADA ANAK DI RUMAH SAKIT KEPERAWATAN




LAPORAN PENDAHULUAN
HOSPITALISASI PADA ANAK
Disusun Oleh :
YULIANTI WIDYA LIKA A.      G0A016083


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018


Hospitalisasi sebagai pencentus masalah baru pada anak
Hospitalisasi adalah masuknya individu ke rumah sakit sebagai pasien dengan berbagai alasan seperti pemeriksaan diagnostik,prosedur operasi, perawatan medis, pemberian obat dan menstabilkan pemantauan kondisi tubuh.
Hospitalisasi merupakan suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat dirumah sakit. Keadaan ini (hospitalisasi) terjadi karena anak berusaha beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi stressor baik terhadap anak maupun orang tua dan keluarga, perubahan kondisi ini merupakan masalah besar yang menimbulkan ketakutan, kecemasan bagi anak yang dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan psikologis pada anak jika anak tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan tersebut.
Respon fisiologis yang dapat muncul meliputi seperti perubahan pada system kardiovaskuler seperti palpitasi , denyut jantung meningkat, perubahan pola napas yang semakin cepat, selain itu kondisi hospitalisasi dapat juga menyebabkan nafsu makan menurun, gugup, pusing , tremor, hingga insomnia, keluar keringat dingin dan wajah menjadi kemerahan. Perubahan perilaku juga dapat terjadi, seperti gelisah, anak rewel, mudah terkejut, menangis, berontak, menghindar hingga menarik diri, tidak sbaar, tegang, dan waspada terhadap lingkungan. Hal-hal tersebut membuat anak tidak nyaman serta mengganggu proses keperawatan dan pengobatan pada anak.
Hospitalisasi juga berdampak pada perkembangan anak. Hal ini bergantung pada faktor – faktor yang saling berhubungan seperti sifat anak, keadaan perawatan dan keluarga. Perawat anak yang berkulitas tinggi dapat mempengaruhi perkembangan intelektual anak dengan baik terutama pada anak-anak yang kurang beruntung yang mengalami sakit dan dirawat di rumah sakit. Anak yang sakit dan dirawat akan mengalami kecemasan dan ketakutan.
Dampak jangka pendek dari kecemasan dan ketakutan yang tidak segera ditangani akan membuat anak melakukan penolakan terhadap tindkaan perawatan dan pengobatan yang diberikan sehingga berpengaruh terhadap lamanya hari rawat, memperberat kondisi anak dna bahkan dapat menyebabkan kematian pada anak.
Dampak jangka panjang dari anak sakit dan dirawat yang tidak segera ditangani akan menyebabkan kesulitan dan kemampuan membaca buruk, memiliki gangguan Bahasa dan perkembangan kognitif, menurunya kemampuan intelektual dan social serta fungsi imunitas.
Manfaat hospitalisasi
Meskipun hospitalisasi menyebabkan stress pada anak, hospitalisasi juga dapat memberikan manfaat yang baik, antara lain menyembukan anak, memberikan kesempatan kepada anak untuk mengatasi stress dan merasa kompeten dalam kemampuan koping serta dapat memberikan pengalaman bersosialisasi dan memperluas hubungan interpersonal mereka.
Dengan menjalani rawat inap atau hospitalisasi dapat menangani masalah kesehatan yang dialami anak, meskipun hal ini dapat menimbulkan krisis.
Manfaat psikologis selain diperoleh anak juga diperoleh keluarga, yakni hospitalisasi anak dapat memperkuat koping keluarga dan memunculkan strategi koping baru. Manfaat psikologis ini perlu ditingkatkan dengan melakukan berbagai cara, diantaranya adalah :
a.       Membantu mengembangkan hubungan orang tua dengan anak
Kedekatan orang tua, dengan anak akan Nampak ketika anak dirawat di rumah sakit. Kejadian yang dialami ketika anak harus menjalani hospitalisasi dapat menyadarkan orang tua dan memberikan kesempatan kepada orang tua untuk memahami anak-anak yang bereaksi terhadap stress, sehingga orang tua dapat lebih memberikan dukungan kepada anak untuk siap menghadapi pengalaman di rumah sakit serta memberikan pendampingan kepada anak setelah pemulanganya.
b.      Menyediakan kesempatan belajar
Sakit dan harus menjalani rawat inap dapat memberikan kesempatan belajar bagi anak maupun orang tua tentang tubuh mereka dan profesi kesehatan anak. Anak-anak yang lebih besar dapat belajar tentang penyakit dan meberikan pengalaman terhadapat profesinal kesehatan sehingga dapat membantu dalam memilig pekerjaan yang nantinya akan menjadi keputusanya. Orangtua dapat belajar tentang kebutuhan anak untuk kemandirian, kenormalan dan keterbatasan. Bagi anak dan orangtua, keduanya dapat menemukan sistem support yang baru dari staf rumah sakit
c.       Meningkatkan penguasaan diri
Pengalaman yang dialami ketika menjalani hospitalisasi dapat memberikan kesempatan untuk meningkatkan penguasaan diri anak. Anak akan menyadari bahwa mereka tidak disakiti/ditinggalkan tetapi mereka akan menyadari bahwa mereka dicintai, dirawat dan diobati dengan penuh perhatian. Pada anak yang lebih tua, hospitalisasi akan memberikan suatu kebanggaan bahwa mereka memiliki pengalaman hidup yang baik.
d.      Menyediakaan lingkungan sosialisasi
Hospitalisasi dapat memberikan kesempatan baik kepada anak maupun orang tua untuk penerimaan social. Mereka akan merawa bahwa krisis yang dialami tidak hanya oleh mereka sendiri tetapi ada orang-orang lain yang juga merasakanya. Anak dan orangtua akan menemukan kelompok social baru yang memiliki masalah yang sama, sehingga memungkinkan mereka akan saling berinteraksi bersosialisasi dan berdiskusi tentang keprihatinan dan perasaan mereka, serta mendorong orangtua untuk membantu dan mendukung kesembuhan anaknya.
Kecemasan pada anak
Kecemasan sebagai masalah pada anak
Kecemasan atau ansietas merupakan penilaian dan respon emosional terhadap sesuatu yang berbahya. Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Kondisi dialami secara subyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Kecemasan merupakan suatu perasaan yang berlebigan terhadap kondisi ketakutan, kegelisahan, bencana yang akan dating, kekhawatiran, atau ketakutan terhadap ancaman nyata atau yang dirasakan.
Menurut Stuart (2006), kecemasan berbeda dengan rasa takut yang merupakan penilaian intelektual terhadap bahaya. Berbeda dengan videbeck, yang menyatakan bahwa takut tidak dapat dibedakan dengan cemas, karena individu yang merasa takut dan cemas mengalami pola respon perilaku, fisiologis, emosional dalam waktu yang lama.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa cemas merupakan reaksi atas situasi baru dan berbeda terhadap suatu ketidakpastian dan ketidakberdayaan. Perasaan cemas dan takut merupakan suatu yang normal, namun perlu menjadi perhatian bila rasa cemas kuat dan terjadi lebih sering dengan korteks yang berbeda.
Tingkatan kecemasan
Tingkat kecemasan dibedakan menjadi tiga yaitu:
a.       Kecemasan ringan
pada tingkat kecemasan ringan seseorang mengalami ketegangan yang dirasakan setiap hari sehingga seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Seseorang akan lebih tanggap dan bersikap postif terhadap peningkatan minat dan motivasi. Tanda- tanda kecemasan ringan berupa gelisah, mudah marah, dan perilaku mencari perhatian.
b.      Kecemasan sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Pada kecemasan sedang, seseorang akan kelihatan serius dalam memperhatikan sesuatu. Tanda-tanda kecemasan sedang berupa suara bergetar, perubahan dalam suara takikardi, gemetaran, peningkatan ketengangan otot.
c.       Kecemasan berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi, cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukan untuk mengurangi menurunkan kecemasan dan focus pada kegiatan lain berkurang. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu daerah lain. Tanda-tanda kecemasan berat beruapa perasaan terancam, ketengangan otot berlebihan, perubahan pernafasa, perubahan gastrointestinal ( mual,muntah , rasa terbakar pada ulu hati, sendawa, anoreksia dan diare), perubahan kardiovaskuler dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan anak
Faktor yang mempengaruhi kecemasan anak antara lain:
a.       Usia
Usia dikaitkan dengan pencapaian perkembangan kognitif anak. Anak usia prasekolah belum mampu menerima dan mempersepsikan penyakt dan pengalaman baru dengan lingkungan asing. Dalam penelitiab Tsai,2007, semakin muda usia anak, kecemasan hospitalisasi akan semakin tinggi. Anak usia infant, toddler dan prasekolah lebih mungkin mengalami stress akibat perpisahan karena kemampuan kognitif anak yang terbatas untuk memahami hospitalisasi. Hal ini sejalan dengan penelitian dari spence, etal,2001, yang menyatakan bahwa kecemasan banyak dialami oleh anak dengan usia 2,5 sampai 6,5 tahun.
b.      Karakteristik saudara( Anak ke-)
Karakteristik saudara dapat mempengaruhi kecemasan pada anak yang dirawat dirumah sakit. Anak yang dilahirkan sebagai anak pertama dapat menunjukan rasa cemas yang berlebihan dibandingkan anak kedua.
c.       Jenis kelamin
Jenis kelamin dapat mempengaruhi tingkat stess hospitalisasi, dimana anak perempuan yang menjalani hospitalisasi memiliki tingkap kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki, walaupun ada beberapa yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan anak.
d.      Pengalamn terhadap sakit dan perawatan dirumah sakit
Menurut Tsai,2007, anak yang mempunyai pengalaman hospitalisasi sebelumnya akan memiliki kecemasan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang belum memiliki pengalaman sama sekali. Respon anak menunjukan peningkatan sensitivitas terhadap lingkungan dan mengingat dengan detail kejadia yang dialaminya dan lingkungan disekitarnya. Pengalaman pernah dilakukan perawatan juga membuat anak menghubungkan kejadian sebelumnya, dengan perawatan saat ini. Anak yang memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan selama dirawat di rumah sakit sebelumnya akan membuat anak takut dan trauma. Sebaliknya, apabila pengalaman anak dirawat di rumah sakit mendapatkan perawatan yang baik dan menyenangkan maka akan lebih kooperatif.
e.       Jumlah anggota dalam satu rumah
Jumlah anggota keluarga satu rumah dikaitkan dengan dukungan keluarga. Semakin tinggi dukungan keluarga pada anak usia prasekolah yang menjalani hospitalisasi , maka semakin sedikit tingat kecemasan anak. Jumlah saudara kandung sangat erat hubunganya dengan dukungan keluarga. Semakin banyak jumlah saudara kandung, maka anak akan cenderung cemas, merasa sendiri serta kesepian saat anak dirawat memberikan perasaan tenang, nyaman, merasa disayang dan diperhatikan. Koping emosi yang baik dari anak akan memunculkan rasa percaya diri pada anak dalam menghadapi permasalahnaya. Keterlibatan orang tua dapat memfalitasi penguasan anak terhadap lingkungan asing.
f.        Persepsi anak terhadap sakit
Keluarga dengan jumlah yang cukup besar mempengaruhi persepsi dan perilaku anak dalam mengatasi masalah menghadapi hospitalisasi. Jumlah anggota keluarga dalam satu rumah semakin besar memungkinkan dukungan keluarga baik dalam perawatan anak. Small, et al (2009) menyatakan bahwa anak usia prasekolah selama di hospitalisasi bias menyebabkan dampak bagi anak sendiri maupun orangtua. Munculnya dampat tersebut karena kemampuan pemilihan koping yang belum baik dan kondisi stress karena pengobatan.
RESPON TERHADAP KECEMASAN
Kecemasan dapat mempengaruhi kondisi tubuh seseorang, respon kecemasan antara lain:
a.       Respon Fisiologis terhadap kecemasan
Secara fisiologis respon tubuh terhadap kecemasan adalah dengan mengaktifkan sistem saraf otonom ( simpatis, maupun parasimpatis). Serabut saraf simpatif mengaktifkan tanda-tanda vital pada setaip tanda bahaya untuk mempersiapkan pertahan tubuh. Anak yang mengalami gangguan kecemasan akibat perpisahan akan menunjukan sakit perut, saki kepala, mual, muntah, demam ringan, gelisah, keletihan , sulit berkonsentrasi dan udah marah.
b.      Respon Psikologis terhadap kecemasan
Respon perilaku akibat kecemasan adalah tampak gelisah, terdapat ketengan fisik. Tremor, reaksi terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi, menarik diri dari hubungan interpersonal, melarikan diri dari masalah, menghindar, dan sangat waspada.
c.       Respon Kognitif
Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir,  baik proses pikie maupun isi piker, diantaranya adalah tidak mampu memperhatikan, kosentrasi menurun, mudah lupa, menurunya lapang persepsi, bingung, sangat waspada, kehilangan objektivitas, takut kehilangan kendali, takut pada gambar visual, takut pada cedera atau kematian dan mimpi buruk.
d.      Respon Afektif
Secara afektif klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, waspada, khawatir, mati rasa, rasa bersalah atau malu, dan curiga sebagai emosi terhadap kecemasan.
ALAT UKUR KECEMASAN          
Tingkat kecemasan dapat terlihan dari manifestasi yang ditimbulkan oleh seseorang. Alat ukur terdapat beberapa versi, antara lain:
a.       Zung Self Rating Anxiety Scale
Dikembangkan oleh W.K Zung tahun 1971 merupakan metode pengukuran tingkat kecemasa. Skala ini berfokus pada kecemasan secara umum dan koping dalam mengatasu stress. Skala ini terdiri dari 20 pertanyaan dengan 15 pertanyaan tentang peningkatan kecemasan dan 5 pertanyaan tentang penurunan kecemasan.
b.      Hamilton Anxiety Scale
Disebut juga dengan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS), pertama kali dihubungkan oleh Max Hamilton pada tahun 1956, untuk mengukur semua tanda kecemasan baik kecemasan psikis maupun somatic. HARS terdiri dari 14 item pertanyaan untuk mengukur tanda adanya kecemasan pada anak dan orang dewasa. HARS telah distandarkan untuk mengevaluasi tanda kecemasan pada individu yang sudah menjalankan terapi, setelah mendapatkan obat antidepresan dan setelah mendapatkan obat psikotropika (Fahmy,2007)
c.       Preschool Anxiety Scale
Preschool Anxiety Scale dikembangkan oleh Spence et al, dalam kuisioner ini mencangkup pernyataan dari anak (Spence Children’s Anxiety Scale) tahun 1994 dan laporan orang tua (Spance Children’s Anxiety Scale Parent Report) pada tahun 2000. Masing-masing memiliki 35 dan 49 pertanyaan yang mengunakan pentanyaan tidak pernah, kadang-kadang, sering dan selalu.
d.      Children Manifest Anxiety Scale (CMAS)
Pengukuran Children Manifest Anxiety Scale (CMAS) ditemukan oleh Janet Taylor. CMAS berisi 50 butir pertanyaan, dimana responden menjawab keadaan “ya” atau “tidak” sesuai dengan keadaan dirinya, dengan memberi tanda (O) pada kolom jawaban “ya” atau tidak (X) pada kolom jawaban “tidak”.
e.       Screen for Child Anxiety Related Disorders (SCARED)
Merupakan instrument untuk mengukur kecemasan pada anak yang terdiri dari 41 item, dalam instrument ini responden (orangtua/pengasuh) diminta untuk menjelaskan bagaimana perasaan anak dalam 3 bulan terakhir. Instrument ini ditunjukan pada anak usia 8 tahun hingga 18 tahun
f.        The Pediatric Anxiety Rating Scale (PARS)
Digunakan untuk menilai tingkat keparahan kecemasan pada anak-anak dan remaja, dimulai usia 6 sampai 17 tahun. PARS memiliki dua bagian: daftar periksa gejala dan item keparahan. Daftar periksa gejala digunakan untuk menentukan gejala gejala pada minggu-minggu terakhir. Ke tujuh item tingkat keparahan digunakan untuk menentukan tingkat keparahan gejala dan skor total PARS. Gejala yang termasuk dalam penilaian umumnya diamati pada pasien dengan gangguan seperti gangguan panic dan fobia spesifik.
TERAPI BERMAIN PADA ANAK SAKIT
Bermain sebagai media
Bermain merupakan kegiatan menyenangkan yang dilakukan dengan tujuan bersenang-senang, yang memungkinkan seorang anak dapat melepaskan rasa frustasi (Santrock,2007). Menurut Wong, 2009, bermain merupakan kegiatan anak-anak, yang dilakukan berdasarkan keinginan sendiri untuk mengatasi kesulita, stress dan tantangan yang di temui serta berkomunikasi untuk mencapai kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain.
Bermain merupakan kegiatan atau stimulasi yang sangat tepat untuk anak. Bermain dapat meningkatkan daya pikir anak untuk mendayagunakan aspek emosional, social serta fisiknya serta dapat meningkatkan kemampuan fisik, pengalaman, dan pengetahuan serta keseimbangan mental anak. Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan kegiatan yang dilakukan anak untuk mengatasi berbagai macam perasaan yang tidak menyenangkan dalam dirinya. Dengan bermain anak akan mendapatkan kegembiraan dan kepuasan.
Terapi bermain merupakan kegiatan untuk mengatasi masalah emosi dan perilaku anak-anak karena rensposif terhadap kebutuhan unik dan beragam dalam perkembangan mereka. Anak-anak tidak seperti orang dewasa yang dapat berkomunikasi secara alami melalui kata-kata, mereka lebih alami mengeksperikan diri melalui bermain dan beraktivitas. Menurut Vanfleet, et al, 2010, terapi bermain merupakan suatu bentuk permainan anak-anak, dimana mereka dapat berhubungan dengan orang lain, saling mengenal, sehingga dapat mengungkapkan perasaannya sesuai dengan kebutuhan mereka.
Terapi bermain merupakan terapi yang diberikan dan digunakan anak untuk menghadapi ketakutan, kecemasan, dan mengenal lingkungan, belajar mengenal perawatan dan prosedur yang dilakukan serta staf rumah sakit yang ada. Hal ini sejalan dengan asosiasi Terapi Bermain, 2008, dalam Homeyer, 2008, terapi bermain di definisikan sebagai pengunaan sistematis model teoritis untuk membangun proses antar pribadi untuk membantu seseorang mencegah dan mengatasi proses antar pribadi untuk membantu seseorang mencegah atau mengatasi kesulitan psikososial serta mencapai petumbuhan dan perkembangan yang optimal.
Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa terapi bermain meruapakan salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah satu alat paling efektif untuk mengatasi stress anak ketika dirawat dirumah sakit. Karena hospitalisasi menimbulkan krisis dalam kehidupan anak dan sering disertai stress berlebihan, maka anak-anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka alami sebagai alat koping dalam menghadapi stress.
Tujuan terapi bermain
Wong,et al (2009) menyebutkan, bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan kesejahteraan social anak. Seperti kebutuhan perkembangan mereka, kebutuhan bermain tidak berhenti pada anak-anak sakit sakit atau di rumah sakit. Sebaliknya, bermain di rumah sakit memberikan manfaat utama yaitu meminimalkan munculnya masalah perkembangan anak, selain itu tujuan terapi bermain adalah untuk menciptakan suasana aman bagi anak-anak untuk mengeksperikan diri mereka, memahami hubungan sesuatu yang terjadi, mempelajari aturan social dan mengatasi masalah mereka serta memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk berekspresi dan mencoba sesuatu yang baru.
Adapun tujuan bermain di rumah sakit adalah agar dapat melanjutkan fase tumbuh kembang secara optimal, mengembangkan kreativitas anak sehingga anak dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress. Menurut Santrock (2007), terapi bermain dapat membantu anak menguasai kecemasan dan konflik. Karena ketengangan mengendor dalam permainan, anak dapat menghadapi masalah kehidupan, memungkinkan anak menyalurkan kelebihan energy fisik dan melepaskan emosi yang tertahan.
Permainan juga sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak, yaitu diantaranya:
1.      Untuk perkembangan kognitif
a.       Anak mulai mengerti dunia.
b.      Anak mampu mengembangkan pemikiran yang fleksibel dan berbeda.
c.       Anak memiliki kesempatan untuk menemui dan mengatasi permasalahn-permasalahan yang sebenarnya.
2.      Untuk perkembangan social dan emosional
a.       `Anak mengembangkan keahlian berkomunikasi serta verbal maupun no verbal melalui negosiasi peran, mencoba untuk memperoleh akses untuk permainan yang berkelanjutan atau menghargai perasaan orang lain.
b.      Anak merespon perasaan teman sebaya sambi menanti giliran bermain dan berbagai pengalaman.
c.       Anak bereksperimen dengan peran orang-orang dirumah, di sekolah, dan menyarakay di sekitarnya melalui hubungan langsung dengan kebutuhan-kebutuhan dan harapan orang disekitarnya.
d.      Anak belajar menguasai perasaanya ketika ia marah, sedih atau khawatir dalam keadaan tak terkontrol.
3.      Untuk perkembangan Bahasa
a.       Dalam permainan dramatic, anak mengunakan peryataan-pernyataan peran, infeksi (perubahan nada/suara) dan Bahasa komunikasi yang tepat.
b.      Selama bermain, anak belajar mengunakan Bahasa untuk tujuan-tujuan yang berbeda dan dalam situasi yang berbeda dengan orang-orang yang berbeda pula
c.       Anak mengunakan Bahasa untuk meminta alat bermain, bertanya, mengekspresikan gagasan atau mengadakan dan meneruskan permainan.
d.      Melalui bermain, anak bereksperimen dengan kata-kata, suku kata, bunyi dan struktur bahasa.
4.      Untuk perkembangan fisik (jasmani)
a.       Anak terlibat dalam permainan yang aktif mengunakan keahlian-keahlian motoric kasar.
b.      Anak mampu memungut dan meghitung benda-benda kecil menggunakan keahlian motoric halusnya.
5.      Untuk perkembangan pengenalan huruf (literacy)
a.       Proses membaca dan menulis anak seringkali pada saat anak sedang bermain permainan dramatic, ketika ia membaca cetak yang tertera, membuat daftar belanja atau bermain sekolah-sekolahan.
b.      Permainan dramatic membantu anak belajar memahami cerita dan struktur ceria.
c.       Dalam permainan drmatik, anak memasuki dunia bermain seolah-olah mereka adalah karakter atau benda lain. Permainan ini membantu mereka memasuki dunia karakter buku.
FUNGSI BERMAIN
Dunia anak tidak dapat dipisahkan dari kegiatan rumah. Diharapkan dengan bermain, anak akan mendapatkan stimulus yang mencukupi agar dapat berkembang secara optimal. Adapun fungsi bermain pada anak yaitu:
1.      Perkembangan sensori-motorik: aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot.
2.      Perkembangan intelektual: anak melakukan ekplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentu, ukuran, tektur, dan membedakan objek. Misalnya, anak bermain mobil-mobilan, kemudia hanya terlepas dan anak dapat memperbaikinya, maka anak telah belajar memancarkan masalahnya melalui explorasi alat mainanya dan untuk mencapai kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan imajinasinya semakin mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi, akan melatih kemampuan intelektualnya.
3.      Perkembangan social:perkembangan social ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan lingkungan. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima. Bermain dengan orang lain akan belajar memberi dan menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan social dan belajar memecahkan dari hubungan tersebut. Saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar berinteraksi dengan teman, memahami lawan bicara, dan belajar tentang nilai social yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada anak usia sekolah dan remaja.
4.      Perkembangan kreativitas: bereaksi adalah kemampuan untuk meenciptakan sesuatu dan mewujudkan ke dalam bentu objek dana tau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya.
5.      Perkembangan kesadaran diri: melalui terapi bermain, anak akan mengembangjan kemampuannya dalam mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah laku terhadap orang lain. Dalam hal ini, peran orang tua sangat penting untuk menanamkan nilai moral dan etika, terutama dalam kaitanya dengan kemampuan untuk memahami dampak postif dan negative dari perilakunya terhadap orang lain. Nilai-nilai moral: anak mempelajari nilai besar dan salah dari lingkungannya, terutama pada orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapat kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungan dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungan.
6.      Bermain sebagai terapi
Pada saat anak dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan seperti: marah, takut, cemas, sedih dan nyeri. Perasaan tersebut meruapakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena mengalami beberapa stressor yang ada di lingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketengangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan, anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainanya(distraksi).
Prinsip pelaksanaan terapi bermain
Agar anak dapat lebih efektif dalam bermain di rumah sakit diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.       Permainan tidak banyak melakukan energy, waktu bermain singkat untuk menghindari kelelahan dan alat-alat permainanya sederhana.
Menurut Vanfeet,2010, waktu yang diperlukan untuk terapi bermain pada anak yang dirawat di rumah sakit adalah 15-20 menit. Waktu 15-20 menit dapat membuat kedekatan antara orangtua dan anak serta tidak menyebabkan anak kelelahan akibat bermain. Hal ini berbedadengan Adriana,2011, yang menyatakan bahwa waktu untuk terapi bermain 30-45 menit yang terdiri dari tahap persiapan 5 menit, tahap pembukaan 5 menit, tahap kegiatan 20 menit dan tahap penutup 5 menit.
Lama pemberian terapi bermain bias bervariasi, idealnya dilakukan 15-30 menit dalam sehari selama 2-3 hari. Pelasanaanya terapi ini dapat memberikan mekanisme koping dan menurunkan kecemasan pada anak.
b.      Mainan harus relative aman terhindar dan terhindar dari infeksi silang. Permainan harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan. Anak kecil perlu rasa nyaman dan yakin terhadap benda-benda yang dikenalanya sepert boneka yang perlu dipeluk anak untuk memberikan rasa nyaman dan dibawa ke tempat tidur di malam hari, mainan tidak membuat anak tersedak, tidak mengandung bahan berbahaya, tidak tajam, tidak membuat anak terjatuh, tidak mengandung bahan berbahaya, kuat dan tahan lama seta ukuranya menyesuaikan anak dan kekuatan anak.
c.       Sesuai dengan kelompok usia
Pada rumah sakit yang mempunyai tempat bermain, hendaknya perlu dibuatkan jadwal dan dikelompokan sesuai usia karena kebutuhan bermain berlainan usia yang lebih rendah dan yang lebih tinggi.
d.      Tidak bertentangan dengan terapi
Terapi bermain harus memperhatikan kondisi anak. Bila program terapi mengharuskan anak harus istirahat, maka aktivitas bermain hendaknya dilakukan di tempat tidur. Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang dijalankan anak, apabila anak harus tirah baring harus dipilih permainan yang dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak bermain dengan kelompoknya di tempat bermain khususnya yang ada di ruang rawat.
e.       Perlu keterlibatan orang tua dan keluarga
Banyak teori yang mengembangkan terapi bermain, namun menurut Wong (2009), keterlibatan orangtua dalam terapi adalah sangat penting, hal ini disebebakan karena orangtua mempunyai kewajiban untuk tetap melangsungkan upaya stimulasi tumbuh kembang pada anak, walaupun sedang dirawat di rumah sakit. Anak yang dirawat di rumah sakit seharusnya tidak dibiarkan sendiri. Keterlibatan orangtua dalam perawatan anak di rumah sakit diharapkan dapat mengurangi dampat hospitalisasi. Keterlibatan orangtua tidak hanya mendorong perkembangan kemampuan dan ketrampilan social anak, namun juga akan memberikan dukungan bagi perkembangan emosi positif, kepribadian yang adekuat serta kepedulian terhdapat orang lain. Kondisi ini juga dapat membangun kesadaran buat anggota keluarga lain untuk dapat menerima kondisi anak sebagiamana adanya. Hal ini sesuai dengan penelitian Bratton, 2005, keterlibatan orangtua dalam pelaksanaanya terapi bermain memberikan efek yang lebih besar dibandingkanpelaksaanya terapi bermain yang diberikan oleh seseorang professional kesehatan mental. Menurut perawat hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga apabila pemainan dilakukan oleh perawat, orangtua harus terlibat secara aktif dan mendampingi anak mulai dari awal permainan sampai mengevaluasi hasil permainan bersama dengan perawat dan orangtua anak lainya.
TIPE BERMAIN
Jika dilihat dari tipe permainan dapat dibagi menjadi 5 tipe sebagai berikut:
a.       Permainan pengamat
Tipe permainan pendamat adalah anak memperhatikan apa yang dilakukan anak lain, tetapi tidak berusaha untuk terlibat dalam aktivitas dala bermain tersebut. Anak memiliki keinginan dalam memperhatikan interaksi anak lain, tetapi tidak bergerak untuk berpartisipasi. Anak bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan yaitu sedang dilakukan temamnya.
b.      Permainan tunggal
Tipe permainan tunggal adalah anak bermain sendiri mainannay berbeda dengan mainan yang digunakan oleh anak di tempat yang sama. Anak menikmati adanya lain tetapi tidak berusaha untuk tempat yang sama. Anak memberikan anak lain tetapi tidak berusaha untuk mendeteksi mereka lakukan tanpa terkait ddengan aktivitas anak lain.
c.       Permainan parallel
Tipe permainan pararel adalah anak bermain secara mandiri tetapi diantara anak-anak lain. Mereka bermain dengan mainan yang sama seperti mainan yang digunakan untuk anak lain disekitarnya, tetapi ketika anak tampak berinteraksi, mereka tidak saling mempengaruhi. Masing-masing anak bermain berdampingan, tetapi tidak bermain bersama-sama.
d.      Permainan asosiatif
Tipe permainan asosiatif adalah bermain bersama dan mengerjakan aktivitas serupa atau bahkan sama, tetapi tidak ada organisasi, pembagian kerja, penetapan kepemimpinan atau tujuan bersama. Anak saling pinjam meminjam mainanya, saling mengikuti, bertindak, sesuai dengan harapan sendiri dan tidak ada tujuan kelompok. Terdapat pengaruh perilaku yang sangat besar ketika anak mulai aktivitas, seluru kelompok mengikuti.
e.       Permainan kooperatif
Tipe permainan kooperatif (kerjasama)adalah permainan bersifat teratur, dan anak bermain dalam kelompok dengan anak lain. Anak akan berdiskusi dan merencakan aktivitas untuk tujuan pencapaian akhir. Kelompok tersebut secara renggang, tetapi terdapat rasa memliki atau tidak memiliki yang nyata. Aktivitas permainan dikontrol oleh satu atau dua anggota yang memerankan peran dan mengarahkan aktivitas orang lain. Aktivitas diatur untuk memungkinkan satu anak menambah fungsi anak lain dalam mencapai tujuan terakhir. Pada permainan ini terdpaat aturan permainan dalam kelompok, tujuan dari kepemimpinan permainan.
Anak-anak dirawat dirumah sakit memiliki masalah emosional yang membutuhkan dengan baik dari perawat ataupun keluarga. Manurut Bratton (2009), penyedian perawatan dalam hal ini adalah pemberi terapi bermain di rumah sakit dibedakan menjadi 2 yaitu professional kesehatan mentan dan praprofesional. Para professional ini adalah orangtua, guru, dan perawat. Hasil penelitian didapatkan bahwa penyedia perawatan untuk intervensi terapi bermain yang dilakukan orangtua memiliki hasil yang sangat signifikan lebih besar dibandingkan dengan professional kesehatan mental. Hal ini disebabkan kedekatan anatara orangtua dan anak sehingga keduanya memiliki keterikatan yang kuat. Perawat dan keluarga terapi bermain untuk mengatasi efek hospitalisasi.
Menurut Moorey (2012), ketika anak dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami masalah psikologis yang dapat memperngaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Oleh karena itu diperlukan adanya dukungan dari orang yang memiliki usia diatasnya. Orangtua dan perawat sangat penting dalam pemberian dukungan pada setiap pelaksanaan tindakan pengobatan yang dapat menyebabkan trauma dan kecemasan pada anak.
Kategori bermain
a.       Bemain Aktif
Dalambermain aktif, kesenangan timbul dari apa yang dilakukan anak, apakah dalam bentuk kesenangan bermain alat misalnya mewarnai, gambar melipat kertas origami, puzzle dan menempel gambar. Bermain aktif juga dapat dilakukan dengan bermain peran misalnya bermain dokter-dokteran dan bermain dengan menebak kata.
b.      Bermain pasif
Alam bermain pasif, hiburan atau kesenangan diperoleh dari kegiatan orang lain. Pemain menghabiskan sedikit energy, anak hanya menikmati temanya bermain dan menonton telvisi dan membaca buku. Bermain tanpa mengeluarkan banyak tenaga, tetapi kesenanganya hamper sama dengan bermain aktif.
Klasifikasi permainan
a.Berdasarkan isinya
1.      Bermain afektif social( social affective play)
Permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapat kesenangan dan kepuasan dari hubungan yang menyenangkan dengan orangtua dan orang lain. Permaianan yang biasa dilakukan “cilukba”, berbicara sambal tersenyum/tertawa atau sekedar memberikan tangan pada bayi untuk mengenggamnya tetapi dengan diiringi berbicara sambal tersenyum dan tertawa.
2.      Permainan ketrampilan (skill play)
Permainan ini akan menimbulkan ketrampilan anak, khususnya motirk kasar dan halus. Misalnya, bayi akan terampil akan memegang benda-benda kecil, memindahkan benda dari satu tempat ke tempat lain dan anak akan terampil naik sepeda. Jadi ketrampilan tersebut diperoleh melalui penggulangan kegiatan permainan yang dilakukan.
3.      Permainan simbolik atau pura-pura (dramatic play role)
Permainananak ini yang memaikan peran orang lain melalui permainanya. Anak berceloteh sambal berpakaian meniru orang dewasa. Misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya sebagai yang ingin ia tiru. Apabila anak bermain dengan temanya , akan terjadi percakapan antara mereka dengan peran orang yang mereka tiru. Permainan ini sangat penting untuk memprotes/mengidentifikasi anak terhadap peran tertentu.
b. Berdasarkan jenis permainan
1.      Permainan (Games)
Permainan adalah jenis permainan dengan alat tertentu yang menggunakan perhitungan dan skor. Permainan bias dilakukan oleh anak sendiri atau dengan temanya. Banyak sekali jenis permainan ini yang dimulai dari sifat tradisional maupun modern seperti ular tangga, congklak, puzzle dan lain-lain.
2.      Permainan yang hanya memperhatikan saja (unoccupied berhaviour)
Pada saat tertentu anak sering terlihat mondar mandir, tersenyum, tertawa, jinjit-jinjit, bungkung-bungkut, memainkan kursi, meja atau apa saja yang ada di sekelilingnya. Anak melamun, sibuk dengan bajunya atau benda lain. Jadi sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan tertentu dari situasi atau objek yang ada disekelilingnya yang digunakan sebagai alat permainan. Anak memusatkan perhatian pada segala sesuatu yang menarik perhatiannya. Peran ini berbeda dengan onlooker, dimana anak aktif mengamati aktivitas anak lain.
c.Berdasarkan karakteristik social
1.      Solitary play. Dimulai dari bayi (toodler) dan merupakan jenis permainan sendiri atau independen walaupun ada orang lain disekitarnya. Hal ini karena ketervatasan social, ketrampilan fisik dan kognitif.
2.      Paralel play. Dilakukan oleh suatu kelompok anak balita atau anak prasekolah yang masing-masing mempunya permainan yang sama tetapi satu sama lainya tidak ada interaksi dan tidak saling ketergantungan dan karakteristik khusus pada usia toddler.
3.      Associative play. Permainan kelompok yang dengan tujuan kelompok yang dimulai dari usia toddler. Dan dilanjutkan sampai usia prasekolah dan merupakan permainan dimana anak dlam kelompok dengan aktivitas yang sama tetapi belum teroganisir secara formal.
4.      Cooperative play. Suaru permainan yang teroganisir dalam kelompok, ada tujuan kelompok dan ada memimpin yang di mulai dari usia prasekolah. Permainan ini dilakukan pada usia sekolah dan remaja.
5.      Onlooker play. Anak melihat atau mengobservasi permainan orang lain tetapi tidak ikut bermain, walaupun anak dapat mennayakan permainan itu dan biasanya dimulai pada usia toddler.
6.      Therapeutic play. Merupakan pedoman bagi tenaga tim kesehatan, khususnya untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikologi anak selama hospitalisasi. Dapat membantuk mengurangi stress, memberikan intruksi dan perbaikan kemampuan fisiologis (Vessey & Mohan,1990 dikutip oleh Supartini,2004). Permainan dengan mengunakan alat-alat modik dapat menurunkan kecemasan dan untuk pengajaran perawatan diri. Pengajaran dengan melalui permainan dan harus diawasi seperti: menggunakan boneka sebagai alat peraga untuk melakukan kegiatan bermain seperti memperagakan dan melakukan gambar-gambar seperti pasang gips, injeksi, memasang infus dan sebagainya.
PELAKSANAAN TERAPI BERMAIN
1.      Permainan anak usia 0-1 tahun
Bermain pada bayi mencerminkan perkembangan dan kesadarn terhadap lingkungan, tujuan bermain pada usia 0-1 tahun adalah menstimulasi perkembangan anak, mengalihkan perhatian anak, mengalihkan nyeri dan ketidaknyamanan yang dirasakan. Pemilihan permainan anak harus aman, bersih dan selalu dalam pemantauan orangtua. Anak usia 0-1 tahun mengalami perkembangan orat (mulutnya) dimana kepuasan ada dalam mulutnya, jadi anak cenderung memainkan mulut dan suka memasukan semua benda keadalam mulutnya. Permainan yang dapat dilakukan pada anak usia 0-1 tahun meliputi:
a.       Permainan kerincing
Permainan ini mengunakan penglihatan da pendengaran anak yang berfungsi untuk mengalihkan perhatian anak untuk menemukan sumber bunyi yang berasal dari kerincing. Pelaksanaanya dengan menggoyangkan kerincing hingga anak menoleh kearah bunyi kerincing, lalu geser kerincing kekiri dan kekanan, jauh mendekat. Jika anak mencoba meraih, kerincing boleh diberikan anak untuk digenggam dan dimainkan.
b.      Sentuhan
Permainan ini menggunakan benda-benda yang akan diisentuhkan ke anak, baik kekulit anak maupun ke telapak tangan anak. Pilihlah benda yang tekstur permukaanya lebut seperti boneka, sisir bayi, atau kertas. Permainan ini bertujuan untuk mengenalkan benda dengan sensasi sentuhan dan mengembangkan kesadaran terhadap benda-benda disekitarnya. Permainan ini dilakukan dengan menempelkan benda-benda disekitarnya. Permainan ini dilakukan dengan menempelkan benda-benda yang telah kita tentukan ke kulit anak, perhatikan respon bayi terhadap ketidaknyamanan.
c.       Mengamati mainan
Permaina ini ditunjukan untuk perhatian anak mengunakan benda-benda yang bergerak. Permainan ini dilakukan dengan cara menggerakan benda-benda yang menarik perhatian seperti boneka berwarna cerah, mainan berwarnah cerah. Benda-benda tersebut diarahkan mendekat dan menjauh atau kekanan dan kekiri agar anak mengikuti arah benda tersebut.
d.      Meraih mainan
Permaianan ini melatih motoric kasar anak dan membuat anak berusaha meraih apa yang disukainya, yang perlu diperhatikan adalah jika anak sudah mulai bosan karena tidak dapat menjangkau mainan tersebut, segera dekatkan dan berikan mainan kepada anak. Prmainan ini menggunakan benda-benda yang cerah dan menarik perhatian anak, diletakkan diatas anak agar anak berusaha mengambil mainan tersebut. Geak-gerakan mainan tersebut agar anak tertarik untuk memegang.
e.       Bermainan bunyi-bunyian
Permainan ini ditunjukan pada anak usia 6 bula lebih. Pada permainan ini menggunakan alat music mainan, baik yang ditiup ataupun dipukul yang dapat mengeluarkan suara. Pada pelasanaan alat permainan tadi dipukul bias dengan tangan atau dengan pulpen/pensil atau sendok. Permainan ini bertujuan untuk melatih respon anak pada suara benda yang dipukul serta mengajarkan pada anak benda-benda apa saja yang dapat menghasilkan bunyi.
f.        Mencari mainan
pada permainan ini ditunjukan untuk melatih toleransi anaka terhadap adanya kehilangan, agar anak bias beradaptasi jika sesuatu benda hilang agar tenang dan berfikir cara mendapatkanya. Permainan dengan menunjukkan suatu benda lalu sembunyikan benda itu, atau sembunyikan benda yang sebelumnya digunakan anak lalu anak untuk mencarinya.
g.      Menyusun donar warna warni
Permainan ini menggunakan mainan donal plastic yang bawahnya besar dan semakin keatas semakin kecil. Permainan ini berfungsi untuk melatih koordinasi motoric halus anak yang menghubungkan dengan otot kecil tubuh.
h.      Mengenal bagian tubuh
Permainan ini mengenalkan bagian tubuh anak dan nama-namanya. Anak hanya perlu memperhatikan apa yang dilakukan oleh fasilitator dan akan dilanjutkan oleh keluarga anak.

2.      Permainan anak usia 1-3 tahun
a.       Arsitek menara
Bahan yang dibutuhkan adalah kotak/kubus yang berwarna-warni dengan ukuran yang sama, kemudian anak diminta untuk menyusun kota atau kubus ke atas. Penyusunan kubus/kota diupayakan yang sama warnanya. Selalu beri pujian kegiatan anak
b.      Tebak gambar
Permainan ini membutuhkan gambar yang sudah tidak saing bagi anak seperti binatang, buah-buahan, jenis kendaraan atau gambar profesi/pekerjaan. Permainan dimulai dengan menunjukan gambar yang telah ditentukan sebelumnya kemudian ajak anak untuk menebak gambar tersebut, laukan beberapa kali. Jika anak mengetahui gambar yang dimaksud, sebaiknya petugas memberitahu dan menanyakan kembali ke anak setelah berpindah ke gambar antara lain untuk melatih ingatan anak.
c.       Menyusun puzzle
Permainan ini membutuhkan pendampingan petugas dan diupayakan puzzle yang lebih besar agar anak mudah menyusun dan memenganya. Pilih gambar puzzle yang tidak asing bagi anak, sebelumnya gambar puzzle dipisah pisah, tunjukan keanak gambar puzzle yang dimaksd, kemudian ajak dan damping anak untuk menyusun puzzle. Beri contoh bagaimana cara menyusun puzzle, seperti dimulai dipojok dahulu atau bagian samping terlebih dahulu. Hal yang diperlu diperhatikan dalam puzzle ini setelah jumlah puzzle yang dipasang/disusun tidak lebih dari 6 pontongan.
3.      Permainan anak usia 4-6 tahun
a.       Bola keranjang
Permainan ini memerlukan bola dan keranjang sampah plastic (bias juga kotak kosong). Letakkan kota/keranjang plastic sejauh 2 meter dari anak, kemudian minta anak melempar bola kedalam kotak/keranjang sampah plastic, jika ada bola yang tercecer atau tidak masuk, dibiarkan saja hingga bola sudah habis lalu ajak anak untuk mengambil bola yang tercecer tersebut dan memasukkanya kedalam keranjang dari tempat bola itu jatuh/tercecer.
b.      Bermain dokter-dokteran
Permainan ini sangat baik untuk mengenalkan situasi lingkungan di rumah sakit dengan berperan sebagai profesi kesehatan. Dalam permainan ini ajak anak untuk bermainan drama yaitu anak sebagai dokternya sedangkan pasienya adalah boneka. Minta anak untuk ememriksa boneka dengan stetoskop mulai dada boneka hingga perutnya. Kemudian berikan spuit/suntikan tanpa jarum kepada anak untuk berpura-pura menyuntikan obat kepasienya. Permainan bias dilanjutkan ke boneka lainya dengan perlakuan sama hingga menulis resep disebuah kertas andaikan meungkinkan. Jelaskan juga fungsi suntikan dan obat itu sebagai apa saja dan hasil dari suntikan dan obat yang didapat itu apa saja untuk pasien yang sakit.
c.       Bermain abjad
Permainan ini membutuhkan pasangan minimal 2 anak, permainan ini dengan menggunakan jari tangan yang diletakkan dilantai kemudian jari tersebut dihitung mulai A hingga Z. jumlah jari terserah pada anak dan jari yang tidak digunakan dapat ditekuk. Huruf yang tersebut terakhir akan dicari nama biannatang/nama buahnya sesuai dengan huruf depanya.
d.      Boneka tangan
Permainan dilakukakn dengan mengunakan boneka tangan atau bias juga boneka jari. Dalam kegiatan ini petugas bercerita dengan mengunakan boneka tangan. Cerita yang disampaikan diusahakan mengandung unsur sugesti atau cerita tentang pengenalan kegiatan dirumah sakit. Biarkan anak memperhatikan isi cerita , sesekali sebut nama anak agar anak merasa terlibat permainan tersebut.
4.      Permainan anak usia 6-12 tahun
a.       Melipat kertas origami
Permaianna origami untuk melatih motoric halus anak, serta mengembangkan imajinasi anak, permainan ini dilakukan dengan meliputi kertas membentuk topi, kodok, ikan ,bunga, burung dan pesawat. Ajari dan beri contoh dengan perlahan kepada anak dalam melipat kertas. Selalu beri pujian terhadap apa yang yang telah dicapai anak. Hasil karya anak bias dipajang dimeja anak atau didekat infus anak agar mudah terlihat orang lain.
b.      Mewarnai gambar
Permainan ini juga melatih motoric halus anak dan meningkatkan kreatifitas anak. Sediakan kertas bergambar dank rayon/spidol warna, kemudian berikan kertas bergambar tersebut kepada anak dan minta anak untuk mewarnai gambar dengan warna yang sesuai, ingatkan anak untuk mewarnai didalam garis. Tulis nama anak diatas gambar yang telah diwarnai anak.
c.       Menyusun puzzle
Siapkan gambar puzzle yang akan disusun anak, upaya pemilihan gambar puzzle yang tidak asing bagi anak-anak. Pisahkan terlebih dahulu puzzlenya kemudian minta anak untuk menyusun kembali gambar tersebut. Ajak/buat kompetisi dalam prmainan ini yaitu siapa yang duluan selesai menyusun puzzle, anak tersebut sebagai pemenangnya. Beri semangat juga bagi teman lain yang belum menyelesaikan puzzlenya.
d.      Mengambar bebas
Sediakan kertas kosong dan pensil atau krayon/spidol warna, lalu diberikan kepada anak dan minta anak menggambar diatas kertas tersebut. Kemudian minta anak menceritakan gambar yang telah dibuatnya. Beri stimulus dalam memulai menggambar sepeti beri ide membuat gambar mobil, gambar binatang atau menggambar pemandangan.
e.       Bercerita
Permainan ini ditunjukan untuk anak usia 10-12 tahun. Permainan ini dimulai dengan memberi kesempatan kepada anak untuk mebaca sebuah cerita/dongeng (cerita/dongeng bias kita siapakan sebelumnya dalam majalah atau buku cerita). Setalah itu minta anak menceritakan kembali apa yang telah dibacanya. Beri tanggapaan terhadap isi cerita yang disampaikan anak , seperti “ wah hebat ya anak kancilnya”, kemudian beri tepuk tangan setelah anak selesai menceritakan apa yang telah telah dibacanya.
f.        Meniup balon
Permainan ini sangat baik sekali untuk anak-anak, selain untuk bermain juga melatih pernafasan anak. Berikan balon bermotif kepada anak kemudian minta anak untuk meniup balon tersebut hingga besar. Hal yang perlu diperhatikan adalah pantauan anak dan balonya. Jangan sampai balinya meletus atau anak memaksakan untuk meniup bola sedangkan kondisi anak sudah kelelahan.
Hambatan dalam pelaksaan terapi bermain
1.      Faktor yang mempengaruhi
Menurut Green, 2010. Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pelaksaan terapi bermain di rumah sakit yaitu:
a.       Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah hal-hal yang menjadi rasional atau motivasi berperilaku antaranya:
1.      Pengetahuan (cognitive)
Aktifitas bermain yang dilakukan oleh perawat di ruangan untuk meminimalkan dampak hospitalisasi dimulai dari dominan kognitif. Perawat perlu mengetahui tentang arti, fungsi , klasifikasi, tipe, karakteristik bermain pada anak, faktor-faktor yang mempengaruhi bermain, prinsip dan fungsi bermain di rumah sakit dan alat mainan yang diperbolehkan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan perawat tentang aktifitas bermain anak maka akan semakin optimal pola perawat dalam melaksanakan tindakan yang diberikutnya tersebut.
2.      Sikap (Attitude)
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap sesepramh terhadap suatu objek adalah perasaan yang mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau memihak (unfavourable) pada objek tertentu. Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluative. Respon hanya akan timbul apabila individu di hadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentkan sikap ialah sikap perawat, pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang di anggap penting, media massa, insituasi serta faktor emosi dalam diri individu. Suatu sikap yang positif belum terwujud dalam suatu tindakan.
b.      Faktor pendukung
Faktor pendukung merupakan sesuatu yang memfalitasi seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan seperti kondisi kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan seperti kondisi lingkungan, ada tidaknya saran atau fasilitas kesehatan dan kemampuan sumber-sumber masyarakat serta program-program yang mendukung untuk terbentuknya suatu tindakan. Terwujudnya sikap perawat agar menjadi tindakan di perlukan faktor pendukung di rumah sakit, seperti tersedianya sarana atau fasilitas antara lain, ruangan bermain yang diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan pelaksanaan aktifitas bermain pada anak dan alat-alat bermain yang sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak. Adanya prosedur kegiatan yang telah ditetapkan sebagai acuan perawat dalam melaksanakan kegiatan bermain. Dan perlunya kebijakan yaitu ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan dalam pelaksanaan aktifitas bermain.
c.       Faktor pendorong
Faktor pendorong merupakab akibat dari tindakan yang dilakukan seseorang atau kelompok untuk menerima umpan balik yang positif atau negative yang meliputi support social, pengaruh teman, nasehat dan umpan balik oleh pemberi pelayanan kesehatan atau pembuat keputusan, adanya keuntungan social seperti penghargaan, keuntungan fisik seperti kenyamanan, hadiah yang nyata, pemberian pujian kepada seseorang yang mendemonstrasikan tindakannya. Sumber pendorong tergantung pada objek, tipe, program dan tempat. Di rumah sakit, faktor pendorong bias berasal dari perawat, dokter dan keluarga (Green, 2010).
Hal- hal yang harus diperhatikan dalam aktivitas bermain
a.       Ekstra energy
Untuk bermain diperlukan ekstra energy. Bermain memerlukan energi yang cukup, sehingga anak memerlukan nutrisi yang memadai. Anak yang sehat memerlukan aktivitas bermain yang bervariasi, baik bermain aktif maupun bermain pasif, untuk menghindari rasa bosan atau jernih.
b.      Waktu
Anak harus mempunyai cukup waktu untuk bermain sehingga stimulus yang diberikan dapat optimal. Selain itu, anak akan mempunyai kesempatan yang cukup untuk mengenal alat-alat permainanya.
c.       Alat permainan
Untuk permainan diperlukan alat permainan yang sesuai dengan umur dan perkembangan anak. Orang tua hendaknya memperhatikan hal ini, sehingga alat permainan yang diberikan dapat berfungsi dengan benar. Yang diperlu diperhatikan adalah bahwa alat permainan tersebut harus aman dan mempunyai unsur edukatif bagi anak.
d.      Ruangan untuk bermain
Ruangan tidak usah terlalu lebar dan tidak perlu ruangan khusus untuk bermain. Anak bias bermain di ruang tamu, halaman, bahkan di ruang tidurnya.
e.       Pengetahuan cara bermain
Anak belajar bermain melalui mencoba-coba sendiri, meniru teman-temannya atau diberitahu caranya orang tuanya cara yang terakhir adalah yang terbaik. Karena anak tidak terbatas pengetahuannya dalam mengunakan alat permainannya dan anak-anak akan mendapat keuntungan lebih banyak.
f.        Teman bermain
Anak harus merasa yakin bahwa ia mempunyai teman bermain kalua ia memerlukan, apakah itu saudarannya, orang tuanya atau temannya. Karena kalai anak bermain sendiri, maka akan kehilangan kesempatan belajar dari teman-temannya. Sebaiknya kalua terlalu banyak bermain dengan anak lain, maka akan mengakibatkan anak tidak mempunyai kesempatan yang cukup untuk menghibur diri sendiri dan menemukan kebutuhan sendiri. Bila kegiatan bermain dilakukan bersama orang tuanya, maka hubungan orang tua dengan anak menjadi akrab, dan ibu.ayah akan segera mengetahui sikap kelainan yang terjadi pada anak mereka secara dini.
Faktor yang berpengaruh
a.       Pengetahuan perawat
Pengetahuan perawat merupakan hal yang dominan dalam pelaksanaan terapi bermain di rumah sakit. Dengan perawat mengetahui fungsi, proses dan evaluasi yang diharapkan maka hasil yang didapatkan akan sesuai dengan tujuan terapi. Terdapat 8 prinsip dasar dari pendekatan terapi bermain adalah sebagai berikut:
1.      Perawat harus menciptkan suasana yang hangat, hubungan yang bersahabat dengan anak
2.      Perawat menerima anak sebagaimana adanya
3.      Perawat harus mengembangkan perasaan pesimitif dalam hubungan dengan anak
4.      Perawat harus waspada terhadap perasaan anak yang dieksperikan dan direfleksikan masalahnya sendiri jika diberikan kesempatan untuk bentuk tingkah laku
5.      Perawat diharapakan menghargai kemampuan anak dalam memecahkan masalahnya sendiri jika diberi kesempatan untuk melakukannya
6.      Perawat tidak diperkenankan langsung menegur perbuatan anak atau bercakap-cakap dengan cara apapun
7.      Perawat jangan cepat-cepat melakukan terapi
8.      Perawat hanya mengembangkan keterbatasan-keterbatasan yang diperlukan dalam menarik anak untuk terapi, dan pada kenyataanya akan membuat anak sadar akan tanggungjawabnya dalam hubungan dengan terapis.
b.      Fasilitas, kebijakan Rs, kerjasama tim
Faktor lainnya adalah ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana rumah sakit dalam mendukung pelaksaan terapi bermain. Ada sebagian rumah sakit yang sudah memiliki tempat bermain anak, akan tetapi tidak digunakan atau tempat telah ada dan SOP kebijakan rumah sakit tentang pelaksaan terapi bermain sudah ada, tetapi tim diruang tidak saling mendukung. Hal ini perlu adanya permahaman terkait kebutuhan bermain anak. Masuknya anak kerumah sakit membawa dampak psikologis hingga dewasanya nanti.
c.       Keluarga
Faktor keluarga merupakan pendukung dalam pelaksaan terapi bermain, perawatan anak di ruang rawat inap sebagian besar bergantung kepada orang tua anak terlebih pada anak dibawah usia sekolah, lingkungan asing justru akan menambah kecemasan pada anak, sehingga orang tua menjadi jembatan dalam pelaksaan terapi bermain. Selain itu terapi bermain yang telah dilakukan oleh perawat dapat ditindak lanjuti dan diteruskan oleh keluarga dalam kegiatan sehari-hari selama dalam perawatan.






DAFTAR PUSTAKA
Adriana (2011). Tumbuh Kembang & Terapi Bermain Pada Anak. Salemba Medika:Jakarta
Alligood, M.R (2014). Nursing Theorist and Their Work, 8th Edition. Mosby: Elsevier
Bratton, S.C., Ray, D., & Rhine, T.(2005). The Efficacy of Play Therapy With Children: A Meta-Analytic Review of Treatment Outcomes. Professional Psychology: Research and Pratice, 36,376-390
Cecily L. Linda A (2009). Buku saku Keperawatan Pediatri.Jakarta:EGC





1 komentar:

  1. 888 Casino NJ Review and Bonus Code (2021) - DRMCD
    888 Casino NJ is offering 서울특별 출장마사지 free bets, deposit bonuses, and credits for 용인 출장샵 new 용인 출장안마 players. The casino also offers free-spins, welcome bonuses, 창원 출장안마 and 영천 출장마사지 promotions.

    BalasHapus